This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 31 Mei 2013

Menata Ulang Usaha BUMD

Ekonomi Makro
Senin, 12 Maret 2012 | 10:21:29 WIB

Perusahaan Daerah I Intervensi Pengelolaan Menyulitkan Pengembangan Bisnis

Menata Ulang Usaha BUMD

ANTARA/BHAKTI PUNDHOWO

Seandainya tidak ada terobosan baru, kemungkinan selama hidupnya badan usaha milik daerah (BUMD) hanya untuk "sapi perahan" pemiliknya, yakni pemerintah daerah. Di sisi lain, dalam kegiatan bisnisnya, BUMD butuh kelonggaran untuk melakukan pengembangan usaha yang ujungnya peningkatan pelayanan masyarakat tanpa mengesampingkan keuntungan. 

Kondisi dilematis ini sekaligus menjadikan BUMD bagai hidup tanpa pegangan. Tak heran, ketidakjelasan pengelolaan ini yang menjadikan BUMD sulit bergerak, boro-boro berpikir pengembangan investasi, karena dananya sudah untuk menyetor dividen dan meng-entertain kolega politik daerah. Alhasil, dari sebanyak 1.113 BUMD dengan aset sekitar 343 triliun rupiah yang ada hingga saat ini, hanya sekitar 60 persen yang berkinerja baik.

Keberadaan BUMD ini menarik perhatian serius Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. Belum lama ini, dalam pembukaan Musyawarah Nasional IV dan BUMN Strategic Forum di Jakarta, Gamawan melontarkan keinginnya untuk mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Daerah (RUU BUMD) kepada DPR. "RUU BUMD dulu sudah masuk Prolegnas, sekarang sudah tidak masuk lagi. Kita akan perjuangkan mudah-mudahan tahun depan (2013) masuk," katanya.

Gamawan mengakui draf RUU BUMD sudah siap untuk dibahas bersama DPR RI. Aturan setingkat UU sangat dibutuhkan BUMD sebagai payung hukum agar tidak ragu-ragu dalam berusaha dan mengembangkan diri. "Tinggal dibawa ke DPR aja," katanya.

Keluhan semakin gamangnya perjalanan BUMN terungkap pula oleh Ketua Umum Badan Kerja Sama BUMD Seluruh Indonesia Prabowo Sunirman. Menurut dia, UU tersebut sangat ditunggu-tunggu. Pasca dicabutnya UU No 5/1962 tentang Perusahaan Daerah, sampai sekarang belum ada UU penggantinya.

Saat ini, pengelolaan BUMD sepenuhnya ditetapkan melalui peraturan daerah dengan persetujuan DPRD. Akibatnya, BUMD sulit untuk berkembang karena tidak memiliki kelonggaran dalam mengembangkan diri. "Intervensi, baik dari legislatif maupun eksekutif, ini kan kadang-kadang membuat bergeraknya tidak longgar," katanya.

Mengenai pengajuan RUU BUMD, Prabowo mengakui sebenarnya telah diusulkan sejak 2006 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2011. Namun, pada akhirnya, RUU tersebut terabaikan. Pada 2012, RUU tersebut tidak lagi masuk dalam Program Legislasi Nasional.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi secara tegas melarang berbagai pihak yang menjadikan badan usaha milik daerah (BUMD) menjadi mesin pencetak uang bagi pihak-pihak yang ingin bersinggungan dengan dunia politik. "BUMD itu jangan jadi mesin ATM. Biasanya diancam kalau tidak membantu ini-itu, nanti dirutnya diberhentikan," tutur Gamawan Fauzi.

Sebagaimana umumnya, dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) yang dilakukan oleh masing-masing BUMD, sudah menetapkan anggaran yang akan dipergunakan, misalnya anggaran operasional, investasi, serta kebutuhan lainnya. Artinya, BUMD tidak diperbolehkan mengeluarkan dana di luar yang disepakati oleh RUPS.

"Misalnya, mau pilkada terus ada yang meminta sumbangan ke BUMD. Jangan diberikan di luar yang disekapati oleh RUPS," tegasnya.

Rawan Intervensi
Tingginya potensi intervensi terhadap BUMD bahkan mendapat perhatian Wakil Presiden Boediono. Secara tegas, Boediono memerintahkan agar BUMD dan badan usaha milik negara (BUMN) jangan sampai diintervensi oleh eksekutif maupun legislatif.

Karenanya, intervensi telah membuat potensi ekonomi BUMD dan BUMN tak berkembang. "Kalau intervensi dari pemilik (pemerintah) termasuk legislatif terlalu besar sehingga ruang profesional semakin sempit, itu mengurangi potensi prestasi tinggi," katanya. 

BUMD dan BUMN di negara berkembang seperti di Indonesia memang dibutuhkan untuk menyokong perekonomian. suh/E-8

Sumber Berita : http://koran-jakarta.com/

Kamis, 30 Mei 2013

Anak Telantar Bernama BUMD

Anak Telantar Bernama BUMD

Jum'at, 08 Februari 2013 | 09:32 WIB

TEMPO.CO - Untuk pertama kali, Rapat Koordinasi Pemerintahan 2013 melibatkan para anggota direksi badan usaha milik daerah (BUMD). Peristiwa ini terjadi pada 28 Januari lalu. Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, direksi BUMD duduk sejajar dengan direksi BUMN. Rapat yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) itu diikuti Wakil Presiden Boediono, para menteri, pemimpin lembaga-lembaga negara, gubernur, dan bupati/walikota. 

Selama ini BUMD memang masih dilirik dengan sebelah mata. Padahal jumlahnya amat besar. Menurut data di Kementerian Dalam Negeri, ada 1.007 BUMD, baik milik pemerintah provinsi maupun milik kota/kabupaten. Bidang bisnisnya sangat beragam, dari air minum, pasar, perbankan, minyak dan gas, perkebunan, pelabuhan, properti, percetakan, hingga aneka usaha lainnya. Belakangan, lahir undang-undang yang mengharuskan pelibatan BUMD, seperti UU Minyak dan Gas. 

Total aset BUMD di Indonesia juga menunjukkan angka yang menggiurkan. Dalam catatan Kementerian Dalam Negeri, total aset BUMD mencapai Rp 375 triliun. Namun, sampai September 2012, seluruh bank daerah yang tergabung dalam Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) saja sudah mencatatkan asetnya sebesar Rp 395 triliun. Belum lagi dihitung total aset PDAM seluruh Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), pasar di bawah Asosiasi Pasar Seluruh Indonesia (Asparindo), serta BUMD sektor minyak dan gas yang sekarang sedang merancang pembentukan asosiasi.

Mengapa BUMD, yang total asetnya sepertiga dari total aset BUMN, kurang mendapat perhatian serius? Bisakah BUMD diharapkan menjadi mesin penggerak ekonomi daerah? Lantas, bagaimana menjadikan BUMD sebagai bagian dari mesin ekonomi nasional dan tidak terkesan menjadi anak telantar? Persoalan ini layak menjadi bahasan khusus.

Anak telantar

Sebagai badan usaha, sampai sekarang BUMD belum mempunyai payung hukum sendiri. Hingga kini, RUU BUMD yang sudah dirintis sejak pemerintahan Megawati Soekarnoputri belum terlihat hasilnya. Bahkan, sejak 2006, RUU BUMD sudah pernah masuk Program Legislasi Nasional, tapi beberapa tahun terakhir hilang dari daftar. Terakhir, Kementerian Dalam Negeri berinisiatif mencantolkan payung hukum BUMD ini dalam salah satu pasal revisi UU Pemerintah Daerah. Hanya, cara ini mengandung kelemahan karena hanya menjadi pasal dan nanti harus diatur lagi dengan peraturan pemerintah. Jadi, tidak setingkat undang-undang.

Sejumlah daerah menyiasati persoalan payung hukum ini dengan menjadikan BUMD sebagai perseroan terbatas. Caranya, dengan menjadikan aset perusahaan daerah sebagai setoran modal PT BUMD lewat inbreng. Dengan demikian, aset BUMD menjadi aset yang sudah dipisahkan dari aset pemerintah daerah. Ketika sudah menjadi PT, secara hukum BUMD mengikuti UU Perseroan Terbatas. Cara ini lebih memberi kepastian hukum kepada pengelola BUMD serta menjadikan gerak bisnis BUMD lebih luwes dan lincah. Birokratisasi pengambilan keputusan bisnis bisa diminimalkan.

Persoalannya, masih banyak kepala daerah yang enggan menjadikan BUMD berbadan hukum perseroan terbatas. Alasannya, BUMD dikhawatirkan tidak bisa menjalankan fungsi public services karena harus dikelola dengan pendekatan bisnis murni. Padahal paham seperti ini tidak benar. Meski BUMD berbentuk perseroan, pemerintah daerah sebagai pemilik saham bisa menitipkan kebijakan tersebut dalam setiap rapat umum pemegang saham, yang harus berlangsung setiap tahun.

Yang menarik lagi, pembinaan BUMD, yang jumlahnya besar dan total asetnya ratusan triliun rupiah, masih terkesan setengah hati. Di Kementerian Dalam Negeri, BUMD hanya diurusi pejabat setingkat kepala subdirektorat. Bandingkan dengan BUMN, yang dibina kementerian sendiri, yakni Menteri BUMN. Dengan dibina pejabat setingkat kepala subdirektorat di Kementerian Dalam Negeri, maka BUMD lebih dilihat sebagai urusan pemerintahan, bukan sebagai lembaga bisnis. Masalah ini sering menjadi kendala berkembangnya BUMD sebagai entitas bisnis. Tidak jarang juga pejabat yang bertugas membina BUMD di daerah kurang memahami bisnis.

Mesin ekonomi

Potensi yang ada sekarang sebetulnya memungkinkan BUMD bisa menjadi penggerak ekonomi daerah. Ia bisa menjadi instrumen untuk menjalankan fungsi pelayanan publik dengan lebih cepat dan sekaligus menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi di daerah. Namun peran ini baru bisa dirasakan ketika BUMD dikelola secara benar dan profesional. Bukan sebaliknya, menjadi benalu karena hidupnya mengandalkan tambahan setoran modal dari APBD.

BUMD yang sehat dan dikelola secara profesional sangat mungkin menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah. Selain itu, ia bisa menjadi penggerak bisnis yang belum dimasuki swasta, sementara sektor tersebut sangat penting untuk kemajuan daerah. Di Jawa Timur, misalnya, ada BUMD yang membangun pabrik tepung tapioka yang berdampak terjaminnya harga singkong di petani. Pabrik itu juga bisa mengurangi kapasitas impor tepung tapioka yang selama ini sangat besar.

Sayangnya, dalam catatan Badan Kerja Sama BUMD Seluruh Indonesia, dari seribu lebih BUMD tersebut, baru 25 persen yang sehat dan dikelola secara profesional. Dari jumlah itu, 70 persennya adalah bank daerah. Mengapa bank daerah cenderung sudah terkelola secara profesional? Selain mereka sudah punya hukum yang pasti, yakni UU Perbankan, sebagian besar sudah berbadan hukum PT. Dalam UU Perbankan, antara lain, diatur persyaratan menjadi pengelola bank. BUMD non-perbankan yang sudah sehat sebagian besar juga berbentuk perseroan.

Fakta ini semakin meyakinkan kita bahwa undang-undang sangat diperlukan untuk menjamin agar pengelolaan BUMD semakin profesional. Masih banyak BUMD yang, dalam rekrutmen pengurusnya bukan atas dasar pertimbangan profesional, menjadi wadah untuk menempatkan orang-orangnya sebagai kepala daerah. Singkatnya, standardisasi pengelola BUMD belum ada, sehingga memungkinkan hanya menjadi tempat "pembuangan" ataupun tempat "penitipan".

Melihat hal tersebut, sudah saatnya pemerintah pusat tidak melihat dengan sebelah mata potensi BUMD. Caranya, pertama, secara serius mengupayakan payung hukum yang lebih pasti dengan membuat Undang-Undang BUMD. Kedua, diperlukan restrukturisasi kelembagaan pembina BUMD. Rasanya, dengan potensi aset yang hampir sepertiga dari total aset BUMN tersebut, diperlukan badan pemerintahan yang lebih tinggi dan otoritatif. 

Selain itu, perlu perubahan orientasi dalam memandang BUMD. Kalau selama ini BUMD baru dilihat sebagai urusan pemerintahan dengan meletakkan pembinaannya di Kementerian Dalam Negeri, saatnya melihat mereka sebagai urusan ekonomi-bisnis. Misalnya, pembinaan untuk pemilik sahamnya tetap di Kementerian Dalam Negeri, tapi pembinaan untuk pengembangan bisnisnya ada di kementerian lain di bawah Menteri Koordinator Perekonomian. Kalau perlu, pada masa mendatang bisa diurusi oleh kementerian sendiri, seperti yang terjadi pada BUMN.*

Arif Afandi, Ketua Umum Badan Kerja Sama BUMD Seluruh Indonesia dan Direktur Utama Wira Jatim Group

Sumber Artikel : http://www.tempo.co/

BUMD Bak Anak Haram

BUMD Bak Anak Haram

Posted by KabarNet pada 26/02/2013

Jakarta – KabarNet: Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) saat ini belum memiliki undang-undang terbaru sejak diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Menilik dari tahun dikeluarkannya, tentu saja substansi hukum yang dikandung dalam undang-undang tersebut tidak memenuhi syarat dengan kondisi saat ini. UU tentang Perusahaan Daerah itu sudah kadaluarsa dan tidak relevan lagi dengan dinamika perkembangan BUMD saat ini. BUMD tidak akan pernah maju selama undang-undangnya tidak disesuaikan.

Permasalahan yang ada dilapangan terkait dengan keberadaan BUMD, bahwa belum adanya payung hukum mengenai pengelolaan BUMD menimbulkan ketidakjelasan orientasi dari BUMD itu sendiri. Apakah BUMD ini untuk pelayanan publik atau profit oriented? seharusnya hal ini dibahas dalam UU, karena potensi yang dimiliki BUMD sangat besar. Apalagi total asset yang dimiliki jauh lebih besar jika dibandingkan dengan BUMN.

Selain itu masih adanya stigma negatif yang mengekang bagi upaya gebrakan usaha yang dilakukan BUMD terutama terkait pengelolaan keuangan dan aset daerah. Ketidak jelasan dasar hukum BUMD menjadikan lembaga pengelola kekayaan daerah ini MANDUL. Ironisnya lagi BUMD itu terlalu mudah dikaitkan dengan tindak pidana korupsi (Tipikor).

Semangat otonomi daerah, selain memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing, juga memberikan kesempatan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola potensi-potensi bisnis yang ada di daerah. Hampir 2.000 BUMD di Indonesia yang sehat hanya kurang dari 30 persen. Sementara yang lain sulit berkembang karena masih banyaknya hambatan dan kelemahan dari undang-undang yang lama. Pola pikir pemerintah daerah dan DPRD tentang BUMD sebagai aset daerah dinilai sangat salah besar. Hal ini terbukti banyaknya BUMD yang MATI SURI.

Seiring dengan semangat otonomi, BUMD-BUMD baru pun bermunculan, namun tidak sedikit dari BUMD yang baru didirikan itu, hanya sekedar pajangan. Karena belum memiliki core business. Salah seorang direksi BUMD pernah mengeluh, perusahaanya sudah dibentuk berikut organnya, tapi core businessnya belum jelas. “Saya dirut BUMD, tapi BUMD kami belum ada kegiatan,” kata seorang direksi BUMD, asal Sulawesi, dalam sebuah seminar BUMD di Jakarta.

Hal senada disampaikan oleh Dirut PD. Pembangunan Bireuen (BUMD Bireuen), Kesuma Fachry, ST, bahwa seharusnya BUMD merupakan gardar terdepan penerapan otonomi Daerah yang berbasis Ekonomi Kerakyatan, mengapa? Karena seluruh potensi daerah berupa aset daerah, HGU, serta SDA berserta perijinannya bisa dijadikan sebagai modal Pemerintah Daerah yang dijadikan modal dasar BUMD dan tinggal mencari mitra kerja dalam penggelolaannya.

Sementara kepemilikannya tetap menjadi milik daerah melalui BUMD. Namun sangat disayangkan yang terjadi justru sebaliknya, BUMD bak anak HARAM, tersia siakan dan bahkan menjadi sarana pemaksaaan kebijakan yang pro penguasa bukan pro rakyat.

Selain itu posisinya yang berada dibawah Kementrian Dalam Negeri saat ini juga tidak bisa berbuat banyak karena alasan yang sering dijumpai bahwa daerah sedang mengalami defisit sehingga BUMD makin sekarat. “Seharusnya BUMD juga harus ada dibawah Kementrian BUMN dibawah binaan Deputi BUMD, dengan harapan bisa mendapat dana pembinaan CSR dari BUMN maupun sinergi antara keduanya dalam melaksanakan proyek daerah,” papar pria yang biasa disapa Ayi ini, kepada KabarNet Senin 25 Februari 2013.

Disisi kelembagaan, BUMD adalah, bagian dari struktur birokrasi pemerintah daerah. Di mana pengelola tidak profesional. Kebanyakan adalah pegawai pemda yang akan pensiun dan tidak punya pengalaman dan wawasan entrepreneurship. Selain itu tidak ada otonomi bagi manajemen. Karena BUMD merupakan bagian dari organ pemda, maka sulit untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga penunjang, misalnya bank, perizinan, dll.

Pengelolaan BUMD, harus berlandaskan UUD 1945: Pasal 33 (3): Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun pedoman hukumnya masih berdasarkan UU No. 5/1962 tentang Perusahaan Daerah. Kemudian dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, pasal 177, disebutkan, pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pedoman UU No. 5 tahun 1962 dan UU No. 32 dan tahun 2004 itu, tidak jelas arahnya. Lain halnya dengan UU PT, karena jelas syarat RUPS, organ komisaris, organ perusahaan dan sebagainya. Kalau dalam UU Otda, hanya memberikan kesempatan kepada masing-masing pemerintah daerah untuk otonomi, membangun dan mendirikan BUMD, kelanjutannya tidak jelas.

Kesuma Fachry melanjutkan, untuk bisa mengoptimalkan peran BUMD, harus merevisi UU No.5 Tahun 1962, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan perubahan iklim bisnis pada tataran domestik dan global. Sehingga tidak perlu lagi berpedoman pada UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, dan mengelola BUMD sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis berdasarkan semangat dan prinsip good corporate governance, otonomi manajemen, dll. ”BUMD harus didaya gunakan sebagai lembaga bisnis yang menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) bagi kemakmuran masyarakat,” jelasnya.

Pemerintah daerah tidak mencampuri operasional BUMD. Keberhasilan direksi BUMD diukur berdasarkan kinerja dan memakai ukuran/prinsip manajemen keuangan yang sehat. Sebelum diangkat menjadi direksi, masing-masing direksi membuat kontrak manajemen sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG).

Porsi kepemilikan saham BUMD, khususnya yang mengelola SDA harus minimal 51%. Porsi ini merupakan amanat konstitusi UUD 1945 pasal 33 (3). Privatisasi dapat diterima sepanjang pemda masih sebagai pemegang saham mayoritas, dan hasilnya untuk kepentingan BUMD, bukan untuk dipergunakan menambah kekurangan APBD. Sebenarnya sistim profitisasi adalah prinsip ideal dalam pengelolaan BUMD. Profitisasi berarti kepemilikan BUMD tetap ditangan pemerintah daerah, tapi cara pengelolaan murni bisnis tanpa campur tangan pemerintah dalam operasional BUMD, yang sesuai dengan amanat konstitusi. [KbrNet/Slm]

Sumber Artikel : http://kabarnet.wordpress.com/

BUMD Perlu UU Yang Memihak

BUMD Perlu UU Yang Memihak

Oleh: Dahlan Iskan
20 September, 2012

Oleh: Rida K Liamsi

Catatan Redaksi
Komisi II DPD RI, 13 September lalu menyelenggarakan seminar uji shahih Draft Undang-Undang BUMD yang diprakarsai lembaga senat tersebut, di Pekanbaru untuk mewakili wilayah barat. Sementara seminar yang sama sebelumnya sudah dilakukan di Manado untuk mewakili wilayah timur, dan di Jogjakarta untuk wilayah tengah. Tulisan ini disampaikan sebagai sumbang saran untuk seminar tersebut.
***

BADAN Usaha Milik Negara (BUMN) sekarang ini memberi kontribusi sekitar 40 persen terhadap PDRB nasional. Karena itu, kemandirian ekonomi Indonesia cukup kuat. Telah terbukti beberapa kali bisa menyelematkan Indonesia dari terpaan krisis ekonomi dunia. Posisi dan peran demikian juga dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia.

Asalkan diberi peluang dan diproteksi agar dapat peran maksimal. Saat ini kontribusi BUMD terhadap PDRB nasional baru sekitar 0,5 persen saja. Perkembangan BUMD masih sangat berat. Dari ribu-an BUMD yang ada, hanya sekitar 50 BUMD saja yang sehat dan berkembang, dan kebanyakan dari kelompok keuangan seperti perbankan. Kalau saja BUMD-BUMD itu bisa memberi kontribusi 10 persen saja terhadap PDRB nasional, alangkah kuatnya perekonomian nasional.

Keadaan dan posisi BUMD yang demikian kecil itu, tentu antara lain disebabkan masih kurangnya perhatian negara, dalam hal ini pemerintah di daerah terhadap posisi, kondisi, dan dukungan politis terhadap BUMD-BUMD agar sesuai dengan tujuan dan fungsi pendiriannya di era otonomi sekarang ini. Undang-undang yang memihak bagi pemberdayaan ekonomi daerah dan semangat ekonomi kerakyatan.

UU No 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang pernah dibuat pada zaman Orde Lama, pada dasarnya sudah mengakomodasi beberapa hal yang mendasar tentang fungsi dan tugas perusahaan daerah, namun banyak pasal dalam UU ini tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan ekonomi saat ini, khususnya dengan keberadaan otonomi daerah. Karena itu UU ini telah dicabut pada tahun 1996, namun belum ada UU yang baru sebagai penggantinya.

Rencana Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk mengusulkan rencana BUMD sebagai usul inisiatif, merupakan langkah yang baik dan strategis, meskipun beberapa tahun lalu pihak DPR RI juga pernah merancang dan menyosialisasikan kan draf UU BUMD versi mereka, namun sampai saat ini belum terwujud.

Draf UU BUMD yang baru versi DPD RI ini, meskipun sudah diperbaiki kekurangan dan sudah banyak mengakomodasi sisi strategis keberadaan BUMD, tetapi masih ada pasal-pasal yang memerlukan penegasaan dan penajaman agar BUMD benar-benar menjadi kekuatan ekonomi daerah dan kepentingan nasional.

Tidak hanya sekadar UU yang mengatur hal-hal yang bersifat mengawasi dan bahkan membatasi gerak BUMD sebagai lembaga bisnis. UU BUMD yang baru ini haruslah UU yang memihak, baik terhadap sistem ekonomi kerakyatan yang diterapkan di Indonesia, juga terhadap BUMD sebagai salah satu tulang punggung ekonomi daerah sebagai implementasi dari UU Otonomi Daerah yang sudah berjalan sejak 2000.

Ada beberapa hal yang sebaiknya dipertimbangkan sebagai semangat dan strategi dalam penyusunan UU BUMD tersebut. Pertama, UU BUMD yang baru tidak boleh menghilangkan semangat ekonomi kerakyatan yang berteraskan UUD 1945, di mana pemerintah dengan kekuasannya harus memberi perlindungan dan dukungan politik terhadap perekonomian nasional, terlebih ekonomi di daerah, dengan tetap menerapkan prinsip ekonomi pasar. Ekonomi jalan tengah ini untuk menghindari BUMD-BUMD dari penerapan prinsip pasar yang serakah.

Semangat UU seperti ini seharusnya ditetapkan dalam satu pasal saja agar arah perkembangan BUMD itu sejalan dengan tujuan pembangunan ekonomi nasional. UU No 5 tahun 1965 yang sudah dicabut itu, misalnya, menyebutkan tentang sistem ekonomi sosialis yang menjadi sistem ekonomi nasional sebagai semangat UU itu. Prinsip dan sistem perekonomian inilah sebenarnya yang menjadi bagian paling mendasar dalam rencana revisi UU BUMD ini: dari sosialisme ke ekonomi kerakyatan.

Kedua, UU BUMD yang baru seharusnya menegaskan secara jelas tujuan pendirian BUMD itu adalah sebagai wujud pelaksanaan sistem ekonomi kerakyatan dan menjadikan BUMD sebagai salah satu tulang punggung ekonomi daerah. Pasal 3 draf UU BUMD tentang tujuan pendirian BUMD, misalnya, kurang tegas dan kurang tajam, dan kurang setrategis dalam menjabarkan fungsi dan tujuan BUMD tersebut.

Bahkan terkesan memposisikan BUMD sebagai lembaga ekonomi yang kurang strategis. Tujuan mendirikan BUMD antara lain hanya sebagai “penyumbang” pada perkembangan usaha dan ekonomi daerah menunjukkan tujuan BUMD itu hanya menjadi institusi pelengkap dan asal ada. Tidak ada penegasan bahwa BUMD itu wajib menjadi penggerak dan tulang punggung ekonomi daerah yang wujudnya nanti adalah kontribusinya terhadap PDRB nasional.

Ketiga, UU BUMD yang baru tidak boleh mematikan semangat kemandirian daerah yang sudah diwujudkan dalam bentuk pendirian BUMD-BUMD yang sudah ada karena BUMD-BUMD itu didirikan sebagian besar sudah dengan tujuan yang jelas untuk membangun kemandirian daerah dan memberdayakan secara maksimal potensi daerah. Perda-Perda yang ditetapkan DPRD-DPRD telah bersandar dan mengacu secara prinsip pada UU Perseroan Terbatas (PT) No 40/2007 yang sudah cukup akomodatif dengan ekonomi masar dan dipagari dengan semangat nasionalisme.

Keempat, UU BUMD yang baru seharusnya secara tegas menetapkan bahwa secara bertahap pemerintah daerah harus memberi kesempatan kepada BUMD-BUMD untuk menguasai minimal 30 persen akses pada aset, modal, dan potensi ekonomi daerah dalam bentuk hak-hak istimewa, agar peran BUMD segera terwujud dan menjadi strategi pembangunan daerah. Dan seharusnya juga ada satu pasal khusus yang mengatur dan mengarahkan kepentingan strategis ini.

Kelima, UU BUMD yang baru itu sebaiknya menegaskan bentuk badan hukum BUMD itu, baik yang tujuannya untuk kepentingan pelayanan umum (public service) maupun meningkatkan pendapatan daerah (profit oriented), seharusnya berbadan hukum PT agar prinsip-prinsip pengelolaannya tetap bersemangat bisnis, profesional, dan kompetitif.

Badan hukum BUMD yang selama ini ada seperti Perusahaan Daerah (PD), Perusahaan Umum (Perum), BLU, dll, sangat sulit dikembangkan sebagai lembaga bisnis, karena campur tangan pemerintah daerah (dalam hal ini kepala daerah dan DPRD-nya) terlalu besar dan kerab membangun dinding birokrasi yang menghambat kemandirian dan fleksibilitas perusahaan daerah.

Selain itu, BUMD yang berbentuk Perum dll, kurang menarik minat mitra usaha swasta untuk membangun kerja sama, dan banyak kerja sama yang dilakukan akhirnya berakhir di mesa sengketa. Hakikat pendirian perusahaan apapupun tujuannya, termasuk public service, tujuan akhirnya tetaplah untuk meraih laba/profit, mandiri, dan membebaskan diri dari ketergantungan pada APBD.

Meskipun dalam draf tersebut Perum boleh diubah bentuk badan hukumnya menjadi PT, tetapi tetap memerlukan waktu dan haruslah yang sehat secara usaha. Artinya, masih tetap akan lama terus “menyusu” pada APBD.

Keenam, UU BUMD yang baru seharusnya memberi peluang sebuah BUMD untuk berkembang sebagai holding company, baik holding untuk kepentingan operasional maupun holding untuk dalam pengendalian modal dan laba agar strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dikendalikan secara strategis oleh pemegang saham utamanya dan memiliki sumber modal yang memadai dan memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat.

Di samping secara legal akan lebih mudah karena cukup satu atau dua Perda saja, dan fungsi pengawasan dari legislatifnya lebih fokus dan terukur.

Ketujuh, UU BUMD yang baru seharusnya memaknai pengertian perusahaan daerah itu adalah perusahaan yang didirikan oleh daerah provinsi, kabupaten, maupun secara bersama-sama. Sementara kerja sama dengan pihak pelaku ekonomi lainnya seperti koperasi dan swasta, sebaiknya dilakukan pada anak-anak perusahaan yang didirikan perusahaan holding agar strategi, kebijakan, dan tujuan keberadan BUMD itu dapat diarahkan sesuai dengan kebijakan ekonomi daerah.

Di samping kelemahan BUMD yang memiliki modal, keahlian, dan jaringan bisnis yang terbatas tetap dapat diatasi melalui kemitraan, di mana pemerintah daerah melalui BUMD induk tidak selalu harus menjadi pemegang saham mayoritas dan memberi kesempatan mitra swasta untuk berperan lebih besar.

Kedelapan, UU BUMD yang baru seharusnya tetap menegaskan bahwa peyertaan modal pemerintah daerah dapat bersumber tidak hanya dari APBD, kapitalisasi cadangan equitas, tetapi juga dalam bentuk setoran aset yang nilainya ditetapkan berdasarkan apraisal independen dan mendapat persetujuan DPRD.

Pengertian “sumber lain-lain” dalam poin C ayat 3 pasal 5 draf UU BUMD, menyebabkan strategi pemberdayaan aset daerah yang idle, kewenangan pemberian izin dll, yang menjadi hak pemerintah daerah tidak secara tegas difungsikan dan menjadi kekuatan modal BUMD-nya untuk berkembang.

Kesembilan, UU BUMD yang baru sebaiknya menegaskan kepengurusan BUMD hendaklah sejalan dengan semangat UU No 40 tahun 1977 tentang PT yang ditetapkan berdasarkan asas kepercayaan, tanggung jawab, dan prestasi kerja, dan tidak berdasarkan kesimpulan naif bahwa direksinya harus berusia maksimum 56 tahun, gara-gara takut pegawai negeri yang sudah pensiun ditempatkan sebagai direksi, atau berdasarkan kekuasaan mutlak pemerintah daerah sebagai pemegang saham mayoritas, sehingga orang yang dipilih menjadi direksi tidak kualifaid dan profesional.

Fungsi dewan komisaris yang bertanggung jawab penuh atas nama pemegang saham untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja perusahaan dan direksinya, haruslah juga profesional dan bukan jabatan politis. Ini agar keputusan dan persetujuan yang dibuat dapat dipertanggungjawabkan dan dapat mengurangi hambatan birokrasi.

Karena itu dewan komisaris itu seharusnya minimal dua orang, dan seorang di antaranya adalah komisaris independen. Sedangkan direksi, untuk perusahaan yang baru didirikan dengan aset dan modal kecil, cukup satu orang, kecuali ada UU sektoral lain yang mengharuskan lebih, seperti UU tentang perusahaan keuangan.

Kesepuluh, UU BUMD yang baru seharusnya menetapkan masa jabatan pengurus BUMD itu 5 tahun, karena itulah siklus bisnis yang lazim, apalagi direksi diwajibkan membuat bisplan (rencana bisnis) 5 tahun, sehingga dewan komisaris dan direksi benar-benar bertanggung jawab terhadap rencana kerjanya dan berdasarkan kinerja itulah yang bersangkutan dapat dicalonkan kembali sebagai dekom atau direksi.

Kesebelas, UU BUMD yang baru menetapkan bahwa BUMDdidirikan berdasarkan Perda yang menetapkan bahwa modal pendiriannya berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Tetapi dalam mengelola usahanya baik UU BUMD maupun Perda seharusnya memberi hak-hak yang lebih besar kepada pemegang saham, dekom dan direksi untuk membuat keputusan pelepasan hak, penghapusan aset, penggabungan, pengembangan, dan lain-lain strategi usaha, terhadap aset perusahaan yang merupakan bagian harta yang sudah dipisahkan, kecuali terhadap penambahan modal dan pembubaran perusahaan.

BUMD bertanggung jawab penuh kepada pemegang sahamnya, dan DPRD sebagai lembaga pengawas menerima laporan perkembangan perusahaan dari pemegang saham. Meskipun UU No 40/2007 tentang PT sudah mengakomodasikannya, namun dalam praktik, terutama saat berhubungan pemeriksaan dan audit, aspek hukum demikian tetap diperlukan.

Demikianlah pokok-pokok pikiran ini disampaikan yang merupakan bagian dari pengalaman penulis mengelola BUMD serta mengamati perkembangan BUMD-BUMD lain, khususnya di Riau.***

Chairman Riau Pos Group dan Dirut Riau Investment Corporation (RIC).

BUMN dan BUMD Butuh UU PNPD

BUMN dan BUMD Butuh UU PNPD

2 Pebruari 2012

JAKARTA – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) membutuhkan Undang-undang (UU) yang mengatur Piutang Negara (PN) dan Piutang Daerah (PD). Menteri Keuangan Agus Martowardjojo mengatakan BUMN dan BUMD pada saat berkompetisi di masyarakat ada ketimpangan, tidak ada kesetaraan.

“Salah satu dikeluhkan mereka selalu dihadapkan pada situasi piutang BUMN perseroan yang dimiliki BUMN dan BUMD dianggap itu piutang negara. Piutang BUMN dianggap sebagai piutang negara, walau masih ada peraturan yang menegaskan UU nomor 49. Sehingga membuat interprestasi berbeda,” kata Agus, di DPR, Kamis (2/2) di sela rapat kerja dengan Komisi XI.

“Makanya kita perlu Undang-undang khusus Piutang Negara dan Piutang Daerah sehingga jelas kewenangan BUMN dan BUMD mengurus piutang negara dan daerah,” timpal Agus.

Ia mengaku, seluruh fraksi di Komisi XI sudah merespon DIM terkait RUU pengurusan PNPD, itu. Sekarang masuk tahap pembahasan. “Dari 500 DIM, 176 disepakati. Yang lain sedang pembahasan, mungkin ada perubahan dan usulan baru,” katanya.

Dia menilai, RUU itu memang sangat dibutuhkan. Diakuinya, secara dini di Indonesia banyak BUMN dan BUMD sudah bekerja dengan profeisonal mengelola aset negara yang dipisahkan.

Bahkan beberapa BUMN sudah menjadi perusahaan publik. Tidak semua saham persero dikuasai negara. Investasi sudah ada dari dalam maupun luar negeri. “Pengelolaannya juga profesional,” tegasnya.

Nah, menurut dia, jika RUU itu disetujui, tentu BUMN diizinkan untuk mengelola piutang senditri. “Tidak lagi ada kekhawatiran merugikan negara dan lain-lain,” katanya.

Menkeu juga mengaku agar dalam UU itu diatur piutang negara tidak diurus oleh panitia. Cukup di Kemenkeu saja yang ada unit menangani. “Karena lebih efisien dan efektif. Kalau dikelola panitia, tidak ada yang betul-betul bertanggungjawab melaksanakannya,” ujarnya. (boy/jpn



Sumber Artikel : http://www.bumn.go.id/

Jabar Akan Bentuk BUMD Pertanian

Jabar Akan Bentuk BUMD Pertanian

Penulis : Didit Putra Erlangga Rahardjo | Rabu, 11 Juli 2012 | 14:48 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat Irfan Suryanegara mengungkapkan rencana pembentukan badan usaha milik daerah yang bergerak di bidang pertanian. Dia menyebutkan, BUMD itu bakal membantu setiap aspek kehidupan petani.

Demikian penuturan Irfan sewaktu memberikan sambutan dalam Seminar Nasional Kemandirian Pangan 2012 di Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (11/7/2012).

Selain dihadiri Irfan, seminar itu juga dihadiri Rektor Unpad Ganjar Kurnia dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jabar Diden Trisnadi.

"BUMD ini masih kami persiapkan kelahirannya. Semoga bisa diwujudkan pada periode gubernur saat ini," kata Irfan.

Dia menuturkan, BUMD pertanian itu bakal berkonsentrasi terhadap segala infrastruktur pertanian dengan menyediakan bibit, pupuk, hingga barang kebutuhan sehari-hari petani. BUMD nantinya juga membeli hasil pertanian sehingga tidak perlu lagi takut terhadap tengkulak.

Untuk itu, ujar Irfan, pihaknya berencana menggandeng TNI untuk mengatasi tengkulak. Pasalnya, mereka kerap berkongsi dengan preman agar tidak bisa diganggu.

Komoditas utama yang bakal digarap adalah padi, kedelai, dan jagung. Pada masa mendatang, komoditas yang ditangani juga bertambah.

Editor :
Marcus Suprihadi

Sumber Berita : http://regional.kompas.com/

Sekilas Sejarah BUMD

Situs BUMD Online

Sekilas Sejarah BUMD

Posted on 11 Maret 2011

Istilah Badan Usaha Milik Daerah atau disingkat BUMD tidak terlepas dari perkembangan kebijakan terkait dengan Badan Usaha Milik Negara. Pada awalnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah perusahaan-perusahaan negara baik yang berbentuk badan-badan berdasarkan hukum perdata maupun yang berbentuk badan hukum berdasarkan hukum publik antara lain yang berdasarkan Undang-Undang Perusahaan Indonesia/Indonesische Bedrijvenwet, Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 dan perusahaan-perusahaan milik negara yang didirikan berdasarkan undang-Undang Kompatilbilitet Indonesia (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448). Dalam rangka mensikronkan segala kegiatan ekonomi pada saat itu, Pemerintah mengeluarkan Perpu nomor 17 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Selanjutnya, dalam rangka menertibkan usaha negara berbentuk Perusahaan Negara terutama karena ada banyak usaha negara dalam bentuk Perusahaan Negara yang inefisien, maka Pemerintah menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Dalam Perpu ini, ditetapkan bahwa usaha-usaha negara berbentuk perusahaan dibedakan dalam Perusahaan Jawatan (Perjan) yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan dalam Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419), Perusahaan Umum (Perum) yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan UU 19 Prp. Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, dan Persero yang merupakan penyertaan negara pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau KUHD (Wetboek Van Koophandel, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23).

Seiring dengan perkembangan zaman serta dalam rangka menjamin kepastian dan penegakan hukum mengingat terjadinya dualisme pengaturan pada Perseroan Terbatas yang selama ini diatur dalam KUHD (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) dan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo.717) Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagai penganti Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 dan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo.717).

Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Pemerintah menerbitkan beberapa peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksana Perpu Nomor 1 Tahun 1969 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum.Namun demikian, mengingat bahwa Perpu 1 Tahun 1969 dan kedua Peraturan Pemerintah tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, serta didorong dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang hanya mengatur dua bentuk hukum badan usaha negara yaitu Perum dan Persero. Sementara Perjan, dengan terbitnya Undang-Undang ini, harus dirubah bentuk hukumnya menjadi Perum atau Persero.

Istilah BUMD diilhami dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998. Namun demikian, definisi BUMD sampai sekarang belum ditetapkan secara baku oleh peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan BUMN yang definisinya telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dilain pihak, istilah BUMD telah tertuang baik dalam Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk Hukum BUMD, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah maupun dalam banyak Undang-Undang Sektoral seperti UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Kelistrikan, UU Minerba, UU Pelayaran, UU Jalan, dsb. Hal ini dapat dimaklumi karena pendirian dan pengaturan BUMD sampai saat ini masih tunduk dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah walaupun undang-undang ini telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, namun karena ditegaskan bahwa UU 5/1962 tidak berlaku sejak diterbitkannya undang-undang pengganti, dan sampai sekarang belum ada undang-undang penggantinya, maka UU 5/1962 masih berlaku sampai sekarang.

UU 5/1962 tentang Perusahaan Daerah merupakan undang-undang yang penyusunannya diilhami dari terbitnya Perpu Nomor 17 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Berdasarkan UU 5/1962, Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Mengingat bahwa pembinaan pemerintahan daerah berada di bawah tanggungjawab Menteri Dalam Negeri, maka peraturan pelaksana UU 5/1962 diterbitkan oleh Mendagri baik berupa Instruksi Mendagri, Keputusan Mendagri, maupun Peraturan Mendagri. Sejak terbitnya UU 1/1995 tentang Perseroan Terbatas dan Permendagri Nomor 3/1999 tentang Bentuk Hukum BUMD, maka sebagian BUMD ada yang berbentuk Perseroan Terbatas, seperti misalnya PT. Jaya Ancol, PT. Riau Airlines, PT. Ratax, dsb. Mengingat definisinya sampai sekarang belum baku, maka BUMD yang berbadan hukum Perseroan Terbatas terkadang tidak mencerminkan mayoritas kepemilikan Daerah di perusahaan tersebut. Contoh yang paling nyata adalah PT. Delta Tbk yang dianggap sebagai BUMD DKI Jakarta. Pemda DKI Jakarta hanya pemegang saham minoritas dalam PT. Delta Tbk. sehingga saham pengendali berada di tangan swasta sepenuhnya. Namun, karena ada unsur Pemda di dalamnya, maka Pemda menganggap PT. Delta Tbk. sebagai BUMD. Jika berkasa dari definisi BUMN, maka hal ini seharusnya tidak terjadi jika definisi BUMD sudah ditetapkan. Ketidakjelasan definisi BUMD berdampak negatif terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan sektoral yang memberikan priviledge atau keistimewaan dalam melakukan usaha dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pendapatan daerah namun pada kenyataannya perusahaan-perusahaan perseroan terbatas yang dianggap sebagai BUMD justru memberikan keuntungan yang lebih besar kepada pengusaha swasta karena Pemda hanyalah pemegang saham minoritas.

Email : subditbumd@gmail.com

Sumber Artikel : http://bumd.wordpress.com/

Mendagri Akan Ajukan Kembali RUU BUMD

Mendagri Akan Ajukan Kembali RUU BUMD

Kamis, 08 Maret 2012 13:19:24 | Berita Kemendagri | (805 view)

"RUU BUMD, dulu sudah masuk prolegnas, sekarang sudah tidak masuk lagi. Kita akan perjuangkan mudah-mudahan tahun depan (2013) masuk," katanya di Istana Wapres, Jakarta, Kamis. 

Menurut dia, draft RUU BUMD telah siap untuk dibahas. "Tinggal di bawa ke DPR aja," katanya. 

Ia menambahkan, UU BUMD sangat dibutuhkan sebagai payung hukum bagi BUMD agar tidak ragu-ragu dalam berusaha dan mengembangkan diri. 

Ketua Umum Badan Kerjasama BUMD Seluruh Indonesia Prabowo Sunirman mengatakan UU tersebut sangat ditunggu-tunggu. Sebab sejak dicabutnya UU no 5/1962 tentang Perusahaan Daerah, belum ada UU yang mengantikan

Pengelolaan BUMD sejak UU dicabut hanya melalui peraturan daerah dengan persetujuan DPRD. Akibatnya BUMD sulit untuk berkembang karena tidak memiliki kelonggaran dalam mengembangkan diri. 

"Intervensi baik dari legislatif maupun eksekutif ini kan kadang-kadang membuat bergeraknya tidak longgar," katanya. 

Ia menambahkan, dari 1.113 perusahan BUMD dengan aset sekitar Rp343 triliun yang ada hingga saat ini, hanya sekitar 60 persen berkinerja baik. 

Sementara itu, RUU BUMD sebenarnya telah diusulkan sejak 2006 dan masuk dalam program legislasi nasional 2011. Namun, pada akhirnya RUU tersebut terabaikan. Pada 2012, RUU tersebut tidak lagi masuk dalam program legislasi nasional. (tp)
Sumber :yahoo.com



Payung Hukum Jadul, BUMD Amburadul

Payung Hukum Jadul, 

BUMD Amburadul

Selasa, 19 Februari 2013 10:01 WIB | Dinda Leo Listy/JIBI/Harian Jogja

BANTUL-Ketua Badan Legislasi DPRD Bantul, Aslam Ridlo menilai keberadaan UU No.5/1962 yang diperkuat oleh UU No.5/1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah tidak relevan dan kurang mampu mengakomodasi penyelenggaraan BUMD.

“Malah membuka celah kesalahan pengelolaan serta penyimpangan,” kata Aslam, kepada Harianjogja.com, Senin (18/2/2013).

Menurutnya, terdapat delapan poin yang perlu direvisi dalam UU tersebut. Di antaranya seputar cara memaksimalkan profit sekaligus pelayanan publik. Sementara, hingga kini pemerintah pusat belum melakukan revisi atas aturan tersebut. Hal ini membuat upaya revisi peraturan daerah tentang BUMD juga sulit dilakukan.

Data yang dihimpun Harianjogja.com dari tiga BUMD di Bantul, yaitu PD Bank Bantul, PDAM Bantul, dan PD Aneka Dharma. Perda No.5/1978 dan Perda No.13/1983 yang menjadi dasar pendirian PD Aneka Dharma dan PD Bank Bantul hingga kini belum direvisi.

Demikian pula dengan perda yang mendasari pendirian PDAM Bantul sejak 1980 silam. Rencananya, ketiga perda yang mengatur tiga BUMD itu baru akan direvisi pada triwulan ketiga tahun ini.

“Dengan asumsi revisi UU No.5/1962 selesai direvisi pada triwulan ketiga,” ujar Aslam.

Aslam mengungkapkan ketidakjelasan payung hukum menjadi faktor utama terjadinya permasalahan birokrasi hingga rendahnya profesionalisme di BUMD. Akibat lemahnya fungsi kontrol dari legislatif, intervensi berlebihan dari pemerintah daerah terhadap BUMD juga sulit dikendalikan.

“Di triwulan ketiga, segala hal tentang BUMD akan ditata ulang. Tiga perda yang menjadi dasar selama ini akan dirombak. Mulai dari sistem rekrutmen SDM, perbaikan manajemen, hingga optimalisasi badan pengawas,” papar Aslam.

Editor: Jumali | Dalam : Bantul,Jogjapolitan



Sumber Berita : http://www.harianjogja.com/

Perbaiki Tata Kelola BUMD

Kamis, 8 Maret 2012

Perbaiki Tata Kelola BUMD

Pembukaan Munas BKSBUMDSI dan BUMD Strategic Forum 2012

Foto
Wakil Presiden Boediono memberikan sambutan pada Pembukaan Munas BKSBUMDSI dan BUMD Strategic Forum 2012. (Foto : Yopie Hidayat)

Istana Wakil Presiden. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memiliki peran untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan melaksanakan pembangunan secara umum. Tetapi dalam melaksanakan tugasnya, BUMD harus memperbaiki kinerjanya terutama aspek tata kelola. “Bagaimana meningkatkan standar tata kelola dari semua BUMD. Kuncinya disana,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Boediono saat membuka Musyawarah Nasional Badan Kerjasama BUMD Seluruh Indonesia (BKSBUMDSI) dan BUMD Strategic Forum 2012, Kamis 8 Maret 2012.

Wapres menganalogikan BUMD-BUMD sebagai bayi-bayi yang sudah lahir dan harus dikelola dengan baik, baik secara internal maupun eksternal. Pada sisi internal adalah pengelolaan BUMD itu sendiri. Wapres pun berharap agar BKSBUMDSI dapat memberikan petunjuk manual tata kelola perusahaan bagi seluruh BUMD. “Menyebarkan standar tata kelola yang baik dengan mencari praktek yang baik dan diseminasikan,” ujar Wapres. 

Di sisi eksternal, Wapres mengharapkan agar BUMD dapat melakukan hubungan yang pas dengan pimpinan daerah selaku eksekutif dan DPRD selaku legislatif. Wapres berpesan agar pihak eksekutif dan legislatif tidak melakukan intervensi terlalu besar. Intervensi yang besar akan memberikan rambu-rambu yang sempit bagi profesional untuk berkarya. “Ini akan mengurangi potensi untuk mencapai prestasi tinggi. Intervensi yang pas adalah jangan saban kali diintervensi. Tapi dilepas sama sekali juga tidak benar,” ucap Wapres. Oleh karenanya ia mengharapkan agar hubungan eksternal BUMD dengan dengan pemangku kepentingan harus tepat. 

Berbagai cara dilakukan pimpinan daerah untuk meningkatkan PAD, dari mulai yang sangat pasif hingga sangat aktif. “Dan BUMD adalah salah satu cara untuk mencapainya. Tetapi untuk memilih cara yang mana, menjadi pilihan daerah itu sendiri,” ujar Wapres. 

Wapres memberi ilustrasi beberapa cara yang dilakukan oleh kepala daerah untuk meningkatkan pendapatannya. Misalnya, pada suatu daerah terdapat sumber daya alam yang besar dan tidak dapat diekspolitasi sendiri, sehingga pemda mengundang investor dari luar, karena memerlukan teknologi tinggi dan modal yang besar. “Apakah peran pemda? Yakni memaksimumkan manfaat,” tegas Wapres.

Bila pemda hanya meminta bagian bagi kas tanpa memikirkan banyak hal termasuk tentang sumber daya manusianya, maka tindakan seperti itu kelewat pasif. Cara yang yang lebih aktif adalah meminta bagian dalam saham kepemilikan. “Pemda menjadi bagian pengelola perusahaan itu. Artinya, pemda harus mempunya kemampuan dan ikut serta secara aktif untuk mengawal perusahaan,” ucap Wapres. Dalam kondisi seperti ini, pemda harus memiliki kapasitas tata kelola perusahaan dan turut terlibat dalam kerjasama. 

Cara yang lebih lanjut adalah dengan melakukan usaha patungan. “Jadi mengelola bersama-sama, tetapi juga membutuhkan kapasitas dari pemda yang sangat tinggi,” ujar Wapres. Tetapi, Wapres menjelaskan bahwa cara mana yang dipilih sangat bergantung pada situasi daerah itu sendiri. “Tidak bisa serta merta, pokonya harus ini. Kita menginginkan dalam jangka panjang memberikan hasil yang bagus,” ujar Wapres.

Wapres menjelaskan bahwa BUMD yang ada saat ini sudah merupakan keputusan pemda. Jika memang diperlukan pembentukan BUMD baru, maka ruang untuk mengambil keputusan bagi pimpinan daerah, tetap berpegang pada tujuan akhir untuk mengakselerasi pembangunan daerah dan memberikan mafaat maksimal.

Hingga kini diperkirakan jumlan BUMD telah mencapi lebih dari 1000 unit dengan aset Rp. 340 Triliun yang tersebar di seluruh Indonesia dan berbagai bidang usaha. “Bukan hanya kekuatan ekonomi, tetapi juga kemampuan untuk meningkatkan kapasitas daerah,” ujar Wapres. Untuk itu ia berharap agar BKSBUMDSI dapat mengawal aset-aset yang dimiliki BUMD, termasuk juga sumber daya manusia. Melalui Munas ini, Wapres berharap agar terjalin kerjasama di antara BUMD-BUMD, karena untuk meningkatkan prestasi BUMD memerlukan pertukaran informasi antar BUMD.

Konsensus Washington vs Konsensus Beijing

Saat ini di tataran global tengah terjadi perdebatan dua mazhab mengenai pengelolaan daerah atau negara. Mazhab yang pertama disebut dengan mazhab konsesus Washington dimana pemerintah sedapat mungkin tidak banyak melakukan intervensi pada dunia usaha dan bidang ekonomi. “Semuanya serahkan saja kepada dunia usaha. Kalau ada BUMN dan BUMD segera dilakukan privatisasi,” ujar Wapres. Azhab ini dan mendominasi beberapa dekade, terutama abad 20 dan awal abad 21.

Mazhab lainnya adalah mazhab konsesus Beijing, yang menjelaskan bahwa jika suatu negara akan melakukan pembangunan, terutama di negara berkembang, harus memiliki pemandu. “Kalau swastanya belum kuat, tentu pemerintah harus berada di garis depan,” ujar Wapres. Sehingga pada mazhab konsesus Beijing, peranan dari BUMN dan BUMD sangat penting, dan dicontohkan dengan apa yang terjadi di Republik Rakyat Tiongkok. 

Perspektif seperti ini sangat penting bagi pengelola instrumen di daerah, masing-masing menunjukkan keunggulan dan kekurangannya. “Secara umum bagi Indonesia sebagai negara berkembang biasanya pilihannya berada di tengah-tengah. Harus dipilih, tidak bisa tutup mata. Pilihannya berdasarkan kondisi di masing-masing negara atau daerah,” ucap Wapres. 

Untuk itu, peran BUMD dalam mengakselerasikan pembangunan sangat bergantung pada situasi yang dihadapi. Kadang-kadang BUMD yang ada tidak memiliki kapasitas, sehingga terjadi inefisiensi dan akan menjadi beban masyarakat. “Apakah biaya tinggi dibanding prestasi. Harus ada solusinya, apakah melalui strategi kemitraan, dan berbagai strategi lainnya,” ujar Wapres. 

Jika BUMN atau BUMD tidak dapat melaksanakan suatu kegiatan, apakah langsung memberikan pihak swasta ruang yang lebih besar? “Tergantung situasinya. Karena di beberapa daerah swastanya masih lemah, dan di sinilah pemerintah memiliki peran,” ujar Wapres. 

Wapres menjelaskan bahwa telah dilakukan studi terhadap dua mazhab tadi yang dilakukan oleh majalah internasional terkemuka, terutama pada konsensus Beijing. “Governance itu adalah kuncinya. BUMN di Cina yang sukses adalah BUMN yang diberikan kepada profesional dan elemen politiknya dikurangi,” ujar Wapres. 

Dalam pandangan Wapres, tidak tepat jika semua bidang usaha dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD. Sebaiknya, sebagian dari perusahaan-perusahaan plat merah itu diberikan kepada dunia swasta. Bidang usaha yang cocok digeluti oleh BUMN atau BUMD adalah pembangunan infrastruktur. “Pengalaman di Cina sukses dengan pelaksanaan governancennya,” ujar Wapres. 

Bidang lainnya yang memerlukan peran BUMN atau BUMD adalah pengelolaan sumber daya alam, atau yang dikenal dengan big king, yaitu bidang yang membutuhkan teknologi tinggi dan modal besar. “Membutuhkan peran dari daerah yang paling optimal,” ucap Wapres. 

Di bagian akhir sambutannya, Wapres berpesan agar di dalam RUU BUMD dimasukkan rambu-rambu dan aturan dasar untuk melakukan reformasi BUMD, sehingga ada semangat perubahan. “Ruang-ruang untuk perbaikan diberi basis yang kuat di dalam UU yang baru,” ujar Wapres. 

Dalam laporannya, Ketua Umum BKSBUMDSI Prabowo Soenirman menyampaikan bahwa BKSBUMDSI didirikan pada tanggal 27 Februari 1993 yang bertujuan untuk mempererat hubungan kerjasama BUMD di seluruh Indonesia dan meningkatkan profesionalisme. Berbagai bidang usaha yang dilakukan oleh BUMD adalah perbankan, industri, perdagangan dan perhotelan, migas, dan berbagai bidang usaha lainnya. 

Prabowo menjelaskan bahwa belum adanya UU BUMD yang digunakan sebagai payung hukum. “Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah sudah dicabut. Sehingga RUU BUMD yang sudah disusun sangat ditunggu,” ujar Prabowo. 

Turut hadir mendampingi Wapres, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Acara ini dihadiri oleh Wakil Gubernur, Bupati, Walikota, Wakil Bupati, Wakil Walikota, dan 300 peserta munas yang terdiri dari DPD BKSBUMDSI, Komisari dan Direksi BUMD.
****
Sumber Artikel : http://wapresri.go.id/

DPD Terus Dorong RUU BUMD

DPD Terus Dorong RUU BUMD

Yogyakarta | Rabu, 12 Sep 2012

DEWAN Perwakilan Daerah mengajukan inisiatif dan terus rancangan undang-undang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bisa segera disahkan. Selama ini, masih terasa adanya banyak pertentangan terkait bagi hasil antara pusat dan daerah.

"Pertentangan antara pusat dan daerah sebenarnya tak perlu ada, untuk kelola sumber daya alam dan kekayaan yang ada di daerah, kita terus dorong agar RUU BUMD bisa segera di sahkan," kata Anggota DPD asal DI Yogyakarta Afnan Hadikusumo, di Yogyakarta, Selasa (11/9).

Berbicara dalam sesi uji sahih RUU BUMD di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Afnan menambahkan selama ini, setelah adanya pemekaran daerah dan pemberlakuan otonomi daerah, banyak konflik kepentingan terkait pengelolaan kekayaan.

Bambang Susilo, Ketua Komite II, DPD menjelaskan ada amanat UUD 1945 tentang pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki sebagai sumber ekonomi di daerah. Sumber ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak wajib ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.

"Butuh aturan yang jelas, pemekaran daerah berjalan luar biasa. Sayangnya negara tak membekali untuk pengelolaan kekayaan alamnya. Mestinya ketika ada pemekaran daerah, dibarengi dengan pembentukan BUMD, tidak ada alasan tak menyusun UU BUMD, kalau BUMN sudah ada UU-nya," kata Bambang. BUMN pun sudah ada undang-undangnya," katanya.

UU BUMD di antaranya berisikan aturan kepemilikan BUMD, yang bisa mengurangi praktek korupsi serta intervensi berlebihan dari pemerintah daerah, termasuk pengelolaan kekayaan daerah. Hubungan pusat dan daerah juga akan lebih harmonis dan tidak tumpang tindih.

Sumber Berita : http://www.jurnas.com/

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 1999 TENTANG KEPENGURUSAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 50 TAHUN 1999
TENTANG
KEPENGURUSAN BADAN USAHA MILIK DAERAH
MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : 

a. Bahwa Badan Usaha Milik Daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli Daerah, hams dikelola oleh pengurus yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman sesuai bidang usahanya;
b. Bahwa dalam rangka pembinaan pelaksanaan otonomi Daerah, perlu memberikan pedoman Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Mengingat : 

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2387);
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
Memperhatikan : 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 1999 - 2000
2. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor Ekon 8/10/38 tanggal 3 Desember 1979 tentang Pembenahan, Penertiban dan Penyehatan Perusahaan Daerah;
3. Surat Edaran Menteri Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 335/MK. WASPAN/11/1998 tanggal 24 November 1998 tentang Penarikan kembali Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan pimpinan pada Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Usaha Milik Negara;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG KEPENGURUSAN BADAN USAHA MILIK DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota;
b. Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota;
c. Badan Usaha Milik Daerah selanjutnya disingkat BUMD adalah Perusahaan Daerah dan bentuk hukum lainnya dari usaha milik Daerah selain Perusahaan Daerah Air Minum, Bank Pembangunan Daerah dan Bank Perkreditan Rakyat;
d. Direksi adalah Direksi BUMD;
e. Badan Pengawas adalah Badan Pengawas BUMD.

BAB II
PENGURUS

Pasal 2
Pengurus BUMD terdiri dari:
a. Direksi;
b. Badan Pengawas.

BAB III
DIREKSI

Bagian Pertama
Pengangkatan
Pasal 3
(1) Direksi diangkat oleh Kepala Daerah diutamakan dari swasta atas usul Badan Pengawas.
(2) Dalam hal calon Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan berasal dari swasta maka yang bersangkutan harus melepaskan terlebih dahulu status kepegawaiannya.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Direksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Diutamakan mempunyai pendidikan sekurang-kurangnya Sarjana (S1);
b. Mempunyai pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun di perusahaan yang dibuktikan dengan surat keterangan (referensi) dari perusahaan sebelumnya dengan penilaian baik ;
c. Membuat dan menyajikan proposal tentang visi, misi dan strategi perusahaan;
d. Tidak terikat hubungan keluarga dengan Kepala Daerah atau dengan Anggota Direksi atau dengan Anggota Badan Pengawas lainnya sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun kesamping termasuk menantu dan ipar.
(4) Pengangkatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 4
Jumlah anggota Direksi paling banyak 4 (empat) orang dan seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama.

Pasal 5
(1) Seseorang dapat menduduki jabatan Direksi paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan dalam kedudukan yang sama di BUMD yang bersangkutan.
(2) Dikecualikan dari ayat (1) apabila Direktur diangkat menjadi Direktur Utama.
(3) Masa jabatan Direksi ditetapkan selama 4 (empat) tahun.
(4) Pengangkatan untuk masa jabatan yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, apabila Direksi terbukti mampu meningkatkan kinerja BUMD setiap tahun.

Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 6
Direksi dalam mengelola BUMD mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memimpin dan mengendalikan semua kegiatan BUMD;
b. menyampaikan Rencana Kerja 5 (lima) tahunan dan Rencana Kerja Anggaran BUMD tahunan kepada Badan Pengawas untuk mendapat pengesahan;
c. Melakukan perubahan terhadap program kerja setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas
d. Membina pegawai;
e. Mengurus dan mengelola kekayaan BUMD
f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
g. Mewakili BUMD baik didalam dan di luar Pengadilan;
h. Menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi kepada Badan Pengawas.

Pasal 7
Direksi dalam mengelola BUMD mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Mengangkat dan memberhentikan pegawai
b. Mengangkat, memberhentikan dan memindahtugaskan pegawai dari jabatan dibawah Direksi;
c. Menandatangani Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi
d. Menandatangani ikatan hukum dengan pihak lain.

Pasal 8
Direksi memerlukan persetujuan dari Badan Pengawas dalam hal-hal:
a. Mengadakan perjanjian-perjanjian kerjasama usaha dan atau pinjaman yang mungkin dapat berakibat terhadap berkurangnya asset dan membebani anggaran BUMD;
b. Memindahtangankan atau menghipotekkan atau menggadaikan benda bergerak dan atau tak bergerak milik BUMD
c. Penyertaan modal dalam Perusahaan lain.

Bagian Ketiga
Tahun Buku, Laporan Keuangan dan Tahunan
Pasal 9
(1) Tahun Buku Perusahaan adalah Tahun Takwim.
(2) Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Tahun Buku Direksi menyampaikan Laporan Keuangan kepada Kepala Daerah melalui Ketua Badan Pengawas untuk mendapatkan pengesahan, yang terdiri dari Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi Tahunan, setelah diaudit oleh Akuntan Publik.
(3) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi Tahunan yang telah mendapatkan pengesahan dari Kepala Daerah memberikan pembebasan tanggung jawab kepada Direksi dan Badan Pengawas.
(4) Selambat lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya Tahun Buku Direksi telah mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran BUMD.
(5) Apabila pada tanggal 31 Desember tahun berjalan Badan Pengawas belum mengesahkan Rencana Kerja dan Anggaran BUMD yang diajukan, dianggap telah disahkan.

Bagian Keempat
Penghasilan dan Hak-hak Direksi
Pasal 10
(1) Penghasilan Direksi terdiri dari:
a. Gaji;
b. Tunjangan.
(2) Jenis dan besarnya tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Direksi.

Bagian Kelima
Cuti
Pasal 11
(1) Direksi memperoleh hak cuti sebagai berikut:
a. Cuti Tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja
b. Cuti Besar/Cuti Panjang, selama 2 (dua) bulan untuk setiap satu kali masa jabatan;
c. Cuti bersalin selama 3 (tiga) bulan bagi Direktris
d. Cuti alasan penting
e. Cuti Sakit.
(2) Pelaksanaan hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b dan c dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Pelaksanaan hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan e dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas.
(4) Direksi selama melaksanakan cuti mendapatkan penghasilan penuh dari BUMD.

Bagian Keenam
Pemberhentian
Pasal 12
Direksi diberhentikan dengan alasan :
a. Atas permintaan sendiri;
b. Meninggal dunia;
c. Karena kesehatan sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya;
d. Tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan program kerja yang telah disetujui;
e. Terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMD;
f. Di hukum pidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 13
(1) Apabila Direksi diduga melakukan salah satu perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, d, dan e Badan Pengawas segera melakukan pemeriksaaan terhadap yang bersangkutan.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Direksi sebagaimana dimaksud pada ay at (1) terbukti, Badan Pengawas segera melaporkan kepada Kepala Daerah.

Pasal 14
Kepala Daerah paling lama 12 (dua belas) hari kerja setelah menerima laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawas, sudah mengeluarkan.
a. Surat Keputusan Kepala Daerah tentang pemberhentian sebagai Direksi bagi Direksi yang melakukan perbuatan dalam Pasal 12 huruf c, d, dan f;
b. Surat Keputusan Kepala Daerah tentang pemberhentian sementara sebagai Direksi bagi Direksi yang melakukan perbuatan dalam pasal 12 huruf e.

Pasal 15
(1) Direksi yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, b dan c, diberhentikan dengan hormat.
(2) Direksi yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d, e dan f, diberhentikan tidak dengan hormat.
(3) Direksi yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b selain diberikan uang duka sebesar 3 (tiga) kali penghasilan yang diterima pada bulan terakhir juga diberikan uang penghargaan yang besarnya ditetapkan secara proporsional sesuai masa jabatannya.
(4) Direksi yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c selain diberikan uang pesangon sebesar 5 (lima) kali penghasilan yang diterima pada bulan terakhir juga diberikan uang penghargaan yang besarnya ditetapkan secara proporsional sesuai masa jabatannya.
(5) Direksi yang berhenti karena habis masa jabatannya dan tidak diangkat kembali diberikan uang penghargaan sesuai dengan kemampuan BUMD.

Pasal 16
Paling lama 3 (tiga) bulan sebelum masa jabatan Direksi berakhir, Badan Pengawas sudah mengajukan calon Direksi kepada Kepala Daerah.

Pasal 17
(1) Kepala Daerah mengangkat Pelaksana Tugas (PLT), apabila Direksi diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir.
(2) Keputusan Kepala Daerah untuk masa jabatan paling lama 3 (tiga) bulan.

BAB IV
BADAN PENGAWAS

Bagian Pertama
Pasal 18
(1) Badan Pengawas diangkat oleh Kepala Daerah.
(2) Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari orang yang profesional sesuai dengan bidang usaha BUMD yang bersangkutan.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai Badan Pengawas, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Menyediakan waktu yang cukup;
b. Tidak terikat hubungan keluarga dengan Kepala Daerah atau dengan Badan Pengawas lainnya atau dengan Direksi sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun kesamping termasuk menantu dan ipar;
c. Mempunyai Pengalaman dalam bidang keahliannya minimal 5 (lima) tahun.
(4) Pengangkatan Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 19
Jumlah Badan Pengawas paling banyak 3 (tiga) orang, seorang diantaranya dipilih menjadi Ketua merangkap Anggota.

Pasal 20
(1) Badan Pengawas diangkat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan.
(2) Masa jabatan Badan Pengawas ditetapkan selama 3 (tiga) tahun.
(3) Pengangkatan Badan Pengawas yang kedua kali dilakukan apabila :
a. Mampu mengawasi BUMD sesuai dengan Program Kerja
b. Mampu memberikan saran kepada Direksi agar BUMD mampu bersaing dengan Perusahaan lainnya ;
c. Mampu memberikan pendapat mengenai peluang usaha yang menguntungkan di masa yang akan datang.

Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 21
Badan Pengawas mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Mengawasi kegiatan operasional BUMD;
b. Memberikan pendapat dan saran kepada Kepala Daerah terhadap pengangkatan dan pemberhentian Direksi;
c. Memberikan pendapat dan saran kepada Kepala Daerah terhadap Program Kerja yang diajukan oleh Direksi;
d. Memberikan pendapat dan saran kepada Kepala Daerah terhadap Laporan Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi;
e. Memberikan pendapat dan saran atas Laporan Kinerja BUMD.

Pasal 22
Badan Pengawas mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Memberi peringatan kepada Direksi yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan program kerja yang telah disetujui;
b. Memeriksa Direksi yang diduga merugikan Perusahaan;
c. Mengesahkan Rencana Kerja dan Anggaran BUMD ;
d. Menerima atau menolak pertanggung jawaban Keuangan dan Program Kerja Direksi tahun berjalan.

Bagian Ketiga
Penghasilan
Pasal 23
Badan Pengawas karena tugasnya menerima honorarium.

Pasal 24
(1) Ketua Badan Pengawas menerima honorarium sebesar 40 % (empat puluh perseratus) dari penghasilan Direktur Utama.
(2) Sekretaris Badan Pengawas menerima honorarium sebesar 35 % (tiga puluh lima perseratus) dari penghasilan Direktur Utama.
(3) Anggota Badan Pengawas menerima honorarium sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari penghasilan Direktur Utama.

Pasal 25
Selain honorarium, kepada Badan Pengawas setiap tahun diberikan jasa produksi.

Bagian Keempat
Pemberhentian
Pasal 26
Badan Pengawas dapat diberhentikan dengan alasan :
a. Atas permintaan sendiri
b. Meninggal dunia;
c. Karena kesehatan sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya;
d. Tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya;
e. Terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMD
f. Di hukum pidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 27
(1) Apabila Badan Pengawas diduga melakukan salah satu perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, d dan e Kepala Daerah segera melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan Kepala Daerah paling lama 12 (dua belas) hari kerja segera mengeluarkan:
a. Surat Keputusan Kepala Daerah tentang Pemberhentian sebagai Badan Pengawas bagi Badan Pengawas yang melakukan perbuatan dalam Pasal 26 huruf c, d dan f;
b. Surat Keputusan Kepala Daerah tentang pemberhentian sementara sebagai Badan Pengawas bagi Badan Pengawas yang melakukan perbuatan dalam pasal 26 huruf e.

BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
(1) Untuk membantu tugas Badan Pengawas dibentuk Sekretariat yang terdiri dari 2 (dua)orang.
(2) Honorarium Sekretariat di tetapkan oleh Badan Pengawas dan dibebankan kepada perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 29
(1) Besarnya jasa produksi untuk Direksi, Badan Pengawas, Pegawai dan Tenaga kerja lainnya ditetakan maksimum 20% (dua puluh persen) dari laba bersih tahun bersangkutan setelah di audit.
(2) Besarnya Jasa Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Direksi, Badan Pengawas, Pegawai dan tenaga kerja lainnya ditetapkan oleh Direksi.

Pasal 30
BUMD yang dimiliki oleh lebih dari 2 (dua) Daerah, Badan Pengawas boleh lebih dari 3 (tiga) orang dan jumlahnya paling banyak 5 (lima) orang.

Pasal 31
Direksi tidak boleh memangku jabatan rangkap baik di BUMD atau Perusahaan lainnya.

PasaI 32
Apabila dalam 2 (dua) tahun berturut-turut Direksi tidak mampu meningkatkan kinerja perusahaan, Kepala Daerah dapat mengganti Direksi.

Pasal 33
Direksi yang akan melakukan perjalanan dinas keluar negeri hams mendapat ij in dari Kepala Daerah.

Pasal 34
Dana Representatif disediakan dari Anggaran Perusahaan paling tinggi 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah penghasilan Direksi dalam 1 (satu) tahun yang diterima pada bulan terakhir, dan penggunaannya diatur oleh Direksi secara efisien dan efektif dalam rangka pengembangan BUMD.

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
Direksi yang pada saat Keputusan ini ditetapkan telah menduduki jabatan yang ketiga kali, maka yang bersangkutan tetap menjalankan tugasnya sampai masa jabatannya berakhir.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya Keputusan ini maka Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 536-666 Tahun 1981 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan dan Pemberhentian Direksi dan Badan Pengawas Perusahaan Daerah dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 1999
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd.
SYARWAN HAMID

Naskah Akademik  Rancangan Undang-undang  Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Oleh Wihana Kirana Jaya PSEKP UGM

Policy Brief

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Wihana Kirana Jaya, PSEKP UGM

Latar Belakang

Institutional Limbo BUMD
Perlunya identifikasi bentuk organisasi perusahaan daerah yang sesuai dengan otonomi daerah
UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah sudah tidak sesuai untuk penyelenggaraan BUMD saat ini.

Tujuan

Studi best practice pengelolaan BUMD di berbagai negara
Mengkaji peranan BUMD bagi perekonomian Pemerintah Daerah
Kajian terhadap peraturan perundangan tentang BUMD

Metodologi

Menggabungkan kajian literatur, analisis data primer dan sekunder
Menggunakan pendekatan New Institutional Economics

Embedded ness:

informal institutions, customs,

Tradition, norms, religion


Institutional environment:

Formal rules of the game-esp. property

(polity, judiciary, bureaucracy)


Governance:

Play of the game-esp.

contract (aligning governance

Structures with transactions)


Resource allocation and employment

(prices and quantities; incentive alignment)


Social theory (L1)


Economics of

Property rights/

Positive political

Theory (L2)


Transaction cost

Economics (L3)


Neoclassical

Economics/

Agency theory (L4)


LEVEL NIE

Masalah Ekonomi Kelembagaan BUMD


Sesuai prediksi NIE di dalam kondisi transisi terjadi rules of the game yang berubah, tidak pasti, limbung, Menyebabkan seluruh pemain tidak mengenal insentif baru dan membangun sistem monitoring. Ketidakpastian ini menyebabkan ketidakjelasan siapa pelaku principal siapa pelaku agen, sehingga mendorong perilaku adverse selection dan moral hazard.
.

Studi Literatur Pengelolaan BUMD di Berbagai Negara


Perlunya pengaturan mekanisme kepemilikan BUMD
Perlunya pengaturan untuk mengurangi korupsi dan intervensi oleh Pemerintah Daerah
Perlunya ketentuan sumber pemodalan BUMD dan pengelolaan utang BUMD
Perlunya ketentuan tentang sistem peningkatan kompetensi SDM BUMD
Perlunya dukungan kerjasama dengan pihak ketiga
Kejelasan pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan daerah sehingga tidak tumpang tindih

Studi Literatur Pengelolaan BUMD di Berbagai Negara


BUMD beroperasi dengan dasar hukum yang jelas dan didukung oleh mekanisme penegakannya.
Perlunya prosedur operasi standar efisien
Perlu kebijakan tentang peta jalan BUMD menuju privatisasi pelayanan publik.
Pengaturan tentang peran Pemerintah Daerah sebagai regulator dalam pelayanan publik untuk melindungi kepentingan publik
Kerjasama antar daerah yang berbagi sumber daya agar pelayanan publik lebih efisien dan efektif

Tinjauan Peraturan
Perundang-Undangan Tentang BUMD

UU No. 5 Tahun 1962 sudah tidak relevan dan kurang mampu mengakomodasi penyelenggaraan BUMD dan justru membuka celah salah kelola dan penyimpangan

Ketentuan UU No. 5 Tahun 1962 yang perlu direvisi:
Dasar dan tatacara pendirian BUMD
Bentuk BUMD yang memaksimalkan profit dan yang memaksimalkan pelayanan publik
Kerjasama dengan pihak ketiga
Mekanisme kepemilikan dan pengambilan keputusan BUMD
Pengangkatan dan kewenangan direksi
Perencanaan jangka panjang dan pendek perusahaan
Pertanggungjawaban dan pengawasan BUMD
Kepegawaian
Kebijakan manajemen peningkatan kinerja BUMD: restrukturisasi dll.

Kesimpulan Analisis Profil BUMD di Indonesia



Perbandingan Rasio BUMD/PAD Provinsi di Indonesia, 2004


0,73

9,63

6,61

4,26


2,27


4,70


1,72


4,57


2,46


0,00


5,59


9,02


5,55


2,96


3,67


6,01


6,67


0,74


8,99


0,99


0,00


6,19


1,29


3,14


7,44


1,10


7,30


1,50


1,29


1,50


0,00


2,00


4,00


6,00


8,00


10,00


12,00


Nanggore Aceh Darussalam


Sumatera Utara


Sumatera Barat


Riau


Jambi


Sumatera Selatan


Bengkulu


Lampung


Bangka Belitung


DKI Jakarta


Jawa Barat


Jawa Tengah


DI Yogyakarta


Jawa Timur


Banten


Bali


Nusa Tenggara Barat


Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat


Kalimantan Tengah


Kalimantan Selatan


Kalimantan Timur


Sulawesi Utara


Sulawesi Tengah


Sulawesi Selatan


Sulawesi Tenggara


Gorontalo


Maluku


Maluku Utara


Papua


(%)


BUMD/PAD

.....Kesimpulan Analisis Profil BUMD di Indonesia


Jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia

Menurut Nilai Rasio Laba BUMD/PAD 2003-2004 (dalam %)


2,65


7,96


69,50


19,89


3,45


11,67


68,17


16,71


0%


20%


40%


60%


80%


100%


2003


2004


Lebih dari 20%


antara 10%-20%


Kurang dari 10%


Tidak ada

.....Kesimpulan Analisis Profil BUMD di Indonesia

BUMD belum mampu memberikan kontribusi ke PAD pada sejumlah daerah karena merugi atau daerah tidak memiliki BUMD
Peranan BUMD bagi Pemerintah Daerah tingkat Provinsi masih kecil. Provinsi masih bertumpu pada pajak daerah dan retribusi
Hingga 2004, terdapat peningkatan rasio laba BUMD terhadap PAD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Studi Lapangan BUMD di Provinsi DIY

Profesionalisme yang rendah menyebabkan BUMD kurang berani mengambil resiko
Ketidakjelasan payung badan pemerintah menyebabkan permasalahan birokrasi
Intervensi Pemerintah Daerah yang berlebihan terhadap BUMD
Infrastruktur yang belum siap untuk berubah bentuk badan hukum menjadi Perumda ataupun Perseroda
BUMD tidak didukung oleh Pemerintah Daerah dan pihak swasta.
Tuntutan fungsi sosial BUMD menyebabkan BUMD tidak fokus terhadap misi utamanya

.....Kesimpulan dari Studi Lapangan BUMD di Provinsi DIY

Beberapa solusi yang disarankan terhadap pengelolaan BUMD adalah:
Perlunya redefinisi BUMD agar menjadi perusahaan yang mendukung perekonomian daerah.
Perlu peningkatan daya saing berfokus pada peluang pasar dan mekanisme pasar.
Peningkatan kerjasama dengan Pemerintah Daerah yang terkait
Peningkatan kualitas SDM secara keseluruhan
Penetapan peraturan yang mendukung kegiatan operasional BUMD
Optimalisasi Badan Pengawas

Rekomendasi RUU BUMD 2006

RUU BUMD 2006 melalui revisi dan penambahan telah mengakomodasi bidang-bidang pengelolaan BUMD
Beberapa aspek dalam RUU BUMD 2006 yang perlu dikaji lebih jauh antara lain (1) Kajian privatisasi dan restrukturisasi yang mencakup grand strategy reformasi BUMD, (2) Hasil kajian peranan BUMD dapat dijadikan acuan pemerintah pusat untuk membina dan meningkatkan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan BUMD
Perlu adanya sosialiasi dan pembinaan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah tentang pengelolaan BUMD. Sosialisasi dan pembinaan dapat dilakukan dalam training dan workshop.
Berbagai ketentuan tentang BUMD harus didukung oleh Peraturan Daerah
Perbaikan dan peningkatan sistem informasi BUMD dengan sistem informasi berbasis e-BUMD.

Sumber Artikel : http://webcache.googleusercontent.com/

DASAR HUKUM PERUSAHAAN DAERAH (BUMD)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK UNDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1962

TENTANG

PERUSAHAAN DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:
a.
bahwa perlu diusahakan terlaksananja program umum Pemerintah dibidang ekonomi sebagaimana digariskan dalam Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 jang selandjutnja telah diperkuat dengan ketetapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara Republik Indonesia No. I/M.P.R.S./1960 dan No. II/M.P.R.S./1960 mengenai keharusan diadakannja reorganisasi dalam alat-alat produksi dan distribusi jang ditudjukan kearah pelaksanaan pasal 33 Undang-undang Dasar;


b.
bahwa dalam rangka pelaksanaan pemberian isi otonomi jang riil dan luas kepada Daerah perlu ditetapkan dasar-dasar untuk mendirikan perusahaan Daerah Swatantra;


c.
bahwa berhubung dengan hal tersebut diatas perlu diusahakan adanja keseragaman dalam tjara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari perusahaan Daerah Swatantra dalam rangka struktur ekonomi terpimpin, satu dan lain dengan memperhatikan Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 dan No. 45 Prp tahun 1960;


d.
bahwa perlu soal tersebut diatas diatur dengan suatu Undang-undang;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ajat (1), pasal 20 ajat (1) dan pasal 33 Undang-undang Dasar;


2.
Ketetapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara No. I/M.P.R.S./1960 dan No. II/M.P.R.S./1960;


3.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 jis Penetapan-penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan), Nomor 5 tahun 1960 (disempurnakan), Nomor 2 tahun 1961 dan Nomor 1 tahun 1962;


4.
Undang-undang Nomor 32 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956 Nomor 77);


5.
Undang-undang Nomor 79 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 Nomor 139) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 Nomor 138);
Mendengar
:
Musjawarah Kabinet Kerdja pada tanggal 11 Oktober 1961;


Dengan persetudjuan
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT GOTONG ROJONG


MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUSAHAAN DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Undang-undang ini jang dimaksudkan dengan :


a.
Daerah, ialah daerah swatantra jang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganja sendiri berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah jis Penetapan-penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan), No. 5 tahun 1960 (disempurnakan), No. 2 tahun 1961 dan No. 1 tahun 1962;


b.
Pemerintah Daerah ialah Pemerintah Daerah seperti jang dimaksud dalam Penetapan Presiden No.6 tahun 1959 (disempurnakan) dan No. 1 tahun 1962;


c.
Kepala Daerah ialah Kepala Daerah Swatantra termaksud Pada sub a;


d.
Instansi atasan, ialah:



1.
Presiden bagi Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raya;



2.
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi Daerah tingkat I;



3.
Kepala Daerah tingkat I bagi daerah tingkat II..

Pasal 2


Dalam Undang-undang ini jang dimaksudkan dengan perusahaan Daerah ialah semua perusahaan jang didirikan berdasarkan Undang-undang ini jang modalnja untuk seluruhnja atau untuk sebagian merupakan kekajaan Daerah jang dipisahkan, ketjuali djika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-undang.

Pasal 3


Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannja, maka terhadap badan hukum jang dimaksudkan dalam Undang-undang ini berlaku segala matjam hukum Indonesia jang tidak bertentangan dengan Sosialisme Indonesia.

Pasal 4


(1)
Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah atas kuasa Undang-undang ini.


(2)
Perusahaan Daerah termaksud pada ajat (1) adalah badan hukum jang kedudukannja sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunja Peraturan Daerah tersebut.


(3)
Peraturan Daerah termaksud pada ajat (1) mulai berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan.

BAB II
SIFAT, TUDJUAN DAN LAPANGAN USAHA

Pasal 5


(1)
Perusahaan Daerah adalah suatu kesatuan produksi jang bersifat :



a.
memberi djasa,



b.
menjelenggarakan kemanfaatan umum,



c.
memupuk pendapatan.


(2)
Tudjuan Perusahaan Daerah ialah untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah chususnja dan pembangunan ekonomi nasional umumnja dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakjat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketenteraman serta kesenangan kerdja dalam perusahaan, menudju masjarakat jang adil dan makmur.


(3)
Perusahaan Daerah bergerak dalam lapangan jang sesuai dengan urusan rumah tangganja menurut peraturan-peraturan jang mengatur pokok-pokok Pemerintahan Daerah.


(4)
Tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Daerah dan jang menguasai hadjat hidup orang banjak di Daerah jang bersangkutan diusahakan oleh perusahaan Daerah jang modalnja untuk seluruhnja merupakan kekajaan Daerah jang dipisahkan.

Pasal 6


(1)
Dalam melaksanakan tudjuannja termaksud dalam pasal 5 ajat (2) Perusahaan Daerah bekerdja sama dengan Perusahaan Negara, koperasi dan swasta.


(2)
Dalam hal lapangan usaha Perusahaan Daerah ada hubungannja dengan lapangan usaha koperasi kepada koperasi diberikan pengutamaan.

BAB III
MODAL

Pasal 7


(1)
Modal Perusahaan Daerah terdiri untuk seluruhnja atau untuk sebagian dari kekajaan Daerah jang dipisahkan.


(2)
a.
Modal Perusahaan Daerah jang untuk seluruhnja terdiri dari kekajaan satu Daerah jang dipisahkan tidak terdiri atas saham-saham.



b.
Apabila modal Perusahaan Daerah termaksud sub a diatas terdiri atas kekajaan beberapa Daerah jang dipisahkan modal perusahaan itu terdiri atas saham-saham.


(3)
Modal Perusahaan Daerah jang untuk sebagian terdiri dan kekajaan Daerah jang dipisahkan terdiri atas saham-saham.


(4)
Semua alat liquide disimpan dalam bank jang ditundjuk oleh Kepala Daerah jang bersangkutan berdasarkan petundjuk-petundjuk Menteri Keuangan.

BAB IV
SAHAM-SAHAM

Pasal 8


(1)
 Saham-saham Perusahaan Daerah terdiri atas saham-saham prioritet dan saham-saham biasa.


(2)
Saham-saham prioritet hanja dapat dimiliki oleh Daerah.


(3)
Saham-saham biasa dapat dimiliki oleh Daerah, warga negara Indonesia dan/atau badan hukum jang didirikan berdasarkan Undang-undang Indonesia dan jang pesertanja terdiri dari warga negara Indonesia.


(4)
Besarnja djumlah nominal dari saham-saham prioritet dan saham-saham biasa ditetapkan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.


(5)
Pembajaran saham-saham dengan "goodwill" tidak diperbolehkan.

Pasal 9


(1)
Saham-saham dikeluarkan "atas nama".


(2)
Saham-saham dapat dipindah-tangankan dengan ketentuan, bahwa saham-saham prioritet hanja dapat dipindah-tangankan kepada Daerah.


(3)
Hak, wewenang dan kekuasaan pemegang saham/saham prioritet dilakukan oleh Kepala Daerah jang bersangkutan.


(4)
Ketentuan-ketentuan mengenai pendaftaran penggantian, pemindahan, administrasi dan lain-lain jang berhubungan dengan pengeluaran saham diatur dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.

Pasal 10


Setiap saham berhak atas satu suara.

BAB V
PENGUASAAN DAN TJARA MENGURUS

Pasal 11


(1)
Perusahaan Daerah dipimpin oleh suatu Direksi jang djumlah anggota dan susunannja ditetapkan dalam peraturan pendiriannja.


(2)
Anggota Direksi adalah warga negara Indonesia jang diangkat dan diperhentikan oleh Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dari Daerah jang mendirikan Perusahaan Daerah :



a.
bagi Perusahaan Daerah jang modalnja untuk seluruhnja terdiri dari kekajaan Daerah jang dipisahkan;



b.
bagi Perusahaan Daerah jang modalnja untuk sebagian terdiri dari kekajaan Daerah jang dipisahkan atas usul pemegang saham/saham prioritet.


(3)
Pengangkatan termaksud pada ajat (2) dilakukan untuk waktu selama-lamanja 4 tahun. Setelah waktu itu berachir anggota jang bersangkutan dapat diangkat kembali.

Pasal 12


(1)
Anggota Direksi berhenti karena meninggal dunia, atau dapat diberhentikan oleh Kepala Daerah jang mengangkatnja, karena :



a.
permintaannja sendiri;



b.
berachirnja masa sebagai anggota Direksi termaksud dalam pasal 11 ajat (3);



c.
tindakan jang merugikan Perusahaan Daerah;



d.
tindakan atau sikap jang bertentangan dengan kepentingan Daerah maupun kepentingan Negara.


(2)
Pemberhentian karena alasan tersebut pada ajat (1) huruf c dan huruf d, dilakukap setelah permufakatan antara pemegang saham/saham prioritet dan djika merupakan suatu pelanggaran dari peraturan hukum pidana merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.


(3)
Sebelum pemberhentian karena alasan tersebut pada ajat (1) huruf c dan huruf d dilakukan anggota Direksi jang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri, hal mana harus dilaksanakan dalam waktu satu bulan setelah anggota Direksi jang bersangkutan diberitahukan tentang niat akan memperhentikan itu oleh Kepala Daerah termaksud pada ajat (1).


(4)
Selama persoalan tersebut pada ajat (3) belum diputus, maka Kepala Daerah termaksud pada ajat (1) pasal ini dapat memperhentikan untuk sementara waktu anggota Direksi jang bersangkutan.



Djika dalam waktu dua bulan setelah pemberhentian sementara didjatuhkan belum ada keputusan mengenai pemberhentian anggota Direksi berdasarkan ajat (2), maka pemberhentian sementara itu mendjadi batal dan anggota Direksi jang bersangkutan dapat segera mendjalankan djabatannja lagi, ketjuali bilamana untuk keputusan pemberhentian tersebut diperlukan keputusan pengadilan, dan hal itu harus diberitahukan kepada jang bersangkutan.

Pasal 13


(1)
Antara anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai deradjat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis kesamping termasuk menantu dan ipar, ketjuali djika untuk kepentingan perusahaan diizinkan oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet.



Djika sesudah pengangkatan mereka masuk periparan jang terlarang itu, maka untuk dapat melandjutkan djabatannja diperlukan izin Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet.


(2)
Anggota Direksi tidak boleh mempunjai kepentingan pribadi langsung atau tidak langsung pada perkumpulan/perusahaan lain jang berusaha dalam lapangan jang bertudjuan mentjari laba.


(3)
Anggota Direksi tidak boleh merangkap djabatan lain, ketjuali dengan izin Kepala Daerah/ pemegang saham/saham prioritet.

Pasal 14


(1)
Direksi mewakili Perusahaan Daerah didalam dan diluar pengadilan.


(2)
Direksi dapat menjerahkan kekuasaan mewakili tersebut pada ajat (1) kepada seorang anggota Direksi jang chusus ditundjuk untuk itu atau kepada seorang/beberapa orang pengawas Perusahaan Daerah tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama, atau kepada orang/badan lain.

Pasal 15


(1)
Direksi menentukan kebidjaksanaan dalam pimpinan Perusahaan Daerah.


(2)
Direksi mengurus dan menguasai kekajaan Perusahaan Daerah.


(3)
Tata-tertib dan tjara mendjalankan pekerdjaan Direksi diatur dalam peraturan jang ditetapkan oleh Direksi.

Pasal 16


Ketentuan mengenai pembatasan kekuasaan Direksi diatur dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.

Pasal 17


Ditiap Perusahaan Daerah dibentuk Dewan Perusahaan Daerah jang diatur lebih landjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
RAPAT PEMEGANG SAHAM

Pasal 18


(1)
Tata-tertib rapat pemegang saham/saham prioritet dan rapat umum pemegang saham (prioritet dan biasa) diatur dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.


(2)
Keputusan dalam rapat pemegang saham/saham prioritet dan rapat umum pemegang saham (prioritet dan biasa) diambil dengan kata mufakat.


(3)
Djika kata mufakat termaksud pada ajat (2) tidak tertjapai maka pendapat-pendapat jang dikemukakan dalam musjawarah disampaikan kepada Kepala Daerah dari Daerah jang mendirikan Perusahaan Daerah.


(4)
Kepala Daerah termaksud pada ajat (3) mengambil keputusan dengan memperhatikan pendapat-pendapat termaksud.

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 19


Direksi berada dibawah pengawasan Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet atau badan jang ditundjuknja.

BAB VIII
TANGGUNG DJAWAB DAN TUNTUTAN
GANTI RUGI PEGAWAI

Pasal 20


(1)
Semua pegawai Perusahaan Daerah, termasuk anggota Direksi dalam kedudukan selaku demikian, jang tidak dibebani tugas penjimpanan uang, surat-surat berharga dan barang-barang persediaan, jang karena tindakan melawan hukum atau karena melalaikan kewadjiban dan tugas jang dibebankan kepada mereka dengan langsung atau tidak langsung telah menimbulkan kerugian bagi Perusahaan Daerah, diwadjibkan mengganti kerugian tersebut.


(2)
Ketentuan-ketentuan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai Daerah berlaku sepenuhnja terhadap pegawai Perusahaan Daerah.


(3)
Semua pegawai Perusahaan Daerah jang dibebani tugas penjimpanan pembajaran atau penjerahan uang dan surat-surat berharga milik Perusahaan Daerah dan barang-barang persediaan milik Perusahaan Daerah jang disimpan didalam gudang atau tempat penjimpanan jang chusus dan semata-mata digunakan untuk keperluan itu diwadjibkan memberikan pertanggungan-djawab tentang pelaksanaan tugasnja kepada badan jang ditundjuk oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet.


(4)
Pegawai termaksud pada ajat (3) tidak perlu mengirimkan pertanggungan-djawab mengenai tjara mengurusnja kepada badan dimaksudkan pada ajat (3).



Tuntutan terhadap pegawai tersebut dilakukan menurut ketentuan jang ditetapkan bagi pegawai bendaharawan Daerah.


(5)
Semua surat bukti dan surat lainnja bagaimanapun djuga sifatnja jang termasuk bilangan tata-buku dan administrasi Perusahaan Daerah disimpan ditempat masing-masing Perusahaan Daerah atau ditempat lain jang ditundjuk oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet, ketjuali djika untuk sementara dipindahkan kebadan dimaksudkan pada ajat (3) dalam hal dianggapnja perlu untuk kepentingan sesuatu pemeriksaan.


(6)
Untuk keperluan pemeriksaan bertalian dengan penetapan padjak dan kontrole akuntan pada umumnja surat bukti dan surat lainnja termaksud pada ajat (5) untuk sementara dapat dipindahkan ke Djawatan Akuntan Negara.


(7)
Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan penjimpangan dari ketentuan mengenai tata tjara tuntutan ganti-rugi jang berlaku bagi pegawai Daerah dan pegawai termaksud pada ajat (3) jang disesuaikan dengan struktur organisasi Perusahaan Daerah itu sendiri.


Peraturan Daerah termaksud berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan.

BAB IX
TAHUN BUKU

Pasal 21


Tahun buku adalah tahun takwim.

BAB X
ANGGARAN PERUSAHAAN

Pasal 22


(1)
Selambat-lambatnja tiga bulan sebelum tahun buku baru mulai berlaku, maka oleh Direksi dikirimkan anggaran Perusahaan untuk dimintakan persetudjuan dari Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet setelah mendengar pertimbangan Dewan Perusahaan Daerah.


(2)
Ketjuali apabila Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet mengemukakan keberatan atau menolak projek jang dimuat didalam anggaran Perusahaan itu sebelum mengindjak tahun buku baru, maka anggaran tersebut berlaku sepenuhnja.


(3)
Anggaran tambahan atau perubahan anggaran jang terdjadi dalam tahun buku jang bersangkutan harus mendapat persetudjuan lebih dahulu dari Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet setelah mendengar pertimbangan Dewan Perusahaan Daerah.

BAB XI
LAPORAN PERHITUNGAN HASIL USAHA BERKALA DAN
KEGIATAN PERUSAHAAN

Pasal 23


Laporan perhitungan hasil usaha berkala dan kegiatan Perusahaan dikirimkan oleh Direksi kepada Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet menurut tjara dan waktu jang ditentukan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.

BAB XII
LAPORAN PERHITUNGAN TAHUNAN

Pasal 24


(1)
Untuk tiap tahun buku oleh Direksi dikirimkan perhitungan tahunan terdiri dari neratja dan perhitungan laba-rugi kepada Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet menurut tjara dan waktu jang ditentukan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.


(2)
Tjara penilaian pos dalam perhitungan tahunan harus disebutkan.


(3)
Djika dalam waktu jang ditentukan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah perhitungan tahunan oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham perioritet tidak diadjukan keberatan tertulis, maka perhitungan tahunan itu dianggap telah disahkan.


(4)
Perhitungan tahunan termaksud pada ajat (1) disahkan oleh Kepala Daerah/pemegang saham/ saham prioritet; pengesahan termaksud memberi kebebasan kepada Direksi terhadap segala sesuatu jang termuat dalam perhitungan tahunan tersebut.

BAB XIII
PENETAPAN DAN PENGGUNAAN LABA SERTA PEMBERIAN
DJASA PRODUKSI

Pasal 25


(1)
Tjadangan diam dan/atau rahasia tidak boleh diadakan.


(2)
Penggunaan laba bersih, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan penjusutan, tjadangan tudjuan dan pengurangan lain jang wadjar dalam perusahaan, ditetapkan sebagai berikut :



A.
Bagi Perusahaan Daerah jang modalnja untuk seluruhnja terdiri dari kekajaan Daerah jang dipisahkan :




a.
untuk dana pembangunan Daerah 30%;




b.
untuk Anggaran Belandja Daerah 25%;




c.
untuk tjadangan umum, sosial dan pendidikan, djasa produksi, sumbangan dana pensiun dan sokongan, jang besarnja masing-masing ditentukan dalam peraturan pendirian masing-masing Perusahaan Daerah berdjumlah 45%.




Dalam hal modal sesuatu Perusahaan Daerah untuk seluruhnja terdiri dari kekajaan beberapa Daerah jang dipisahkan, bagian laba bersih termaksud sub a dan b diatas dibagi menurut perbandingan nilai nominal dari saham-saham.



B.
Bagi Perusahaan Daerah modalnja untuk sebagian terdiri dan kekajaan Daerah jang dipisahkan setelah dikeluarkan zakat jang dipandang perlu :




a.
untuk dana pembangunan Daerah 8%, dan untuk Anggaran Belandja Daerah 7%;




b.
untuk pemegang saham 40% dibagi menurut perbandingan nilai nominal dari saham-saham;




c.
untuk tjadangan umum, sosial dan pendidikan, djasa produksi, sumbangan dana pensiun dan sokongan, jang besarnja masing-masing ditentukan dalam peraturan pendirian masing-masing Perusahaan Daerah berdjumlah 45%.


(3)
Laba jang diperoleh Daerah baik dari saham prioritet maupun saham biasa dapat dipergunakan untuk keperluan routine dan/atau keperluan pembangunan Daerah.


(4)
Penggunaan laba untuk tjadangan umum bilamana telah tertjapai tudjuannja dapat dialihkan kepada penggunaan lain dengan keputusan Pemerintah Daerah jang mendirikan Perusahaan Daerah.


(5)
Tjara mengurus dan penggunaan dana penjusutan dan tjadangan tudjuan termaksud pada ajat (2) ditentukan oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet.


(6)
Diperusahaan Daerah jang tidak menghasilkan laba seperti tersebut diatas disebabkan karena pertimbangan dan kebidjaksanaan Pemerintah Daerah dapat djuga diberi djasa produksi jang ditentukan oleh Pemerintah Daerah.


(7)
Dengan Peraturan Daerah oleh Daerah Atasan dapat diserahkan laba bersih untuk dana pembangunan Daerah termaksud pada ajat (2) dan (3) kepada Daerah bawahannja untuk pembangunan daerah.

BAB XIV
KEPEGAWAIAN

Pasal 26


(1)
Kedudukan hukum, gadji, pensiun dan sokongan serta penghasilan lain dari Direksi dan pegawai/pekerdja Perusahaan Daerah diatur dengan Peraturan Daerah jang berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pokok peraturan gadji Daerah jang berlaku.


(2)
Direksi mengangkat dan memperhentikan pegawai/pekerdja Perusahaan Daerah menurut peraturan kepegawaian jang disetudjui oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet berdasarkan peraturan pokok kepegawaian Perusahaan Daerah dimaksudkan pada ajat (1).

BAB XV
KONTROLE

Pasal 27


(1)
Dengan tidak mengurangi hak instansi atasan dan badan lain jang menurut peraturan perundangan jang berlaku berwenang mengadakan penjelidikan dan pemeriksaan tentang segala sesuatu mengenai pekerdjaan mengurus rumah-tangga Daerah oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet ditundjuk badan jang mempunjai tugas dan kewadjiban melakukan kontrole atas pekerdjaan menguasai dan mengurus Perusahaan Daerah serta pertanggungan-djawabnja.



Hasil kontrole disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.


(2)
Djawatan Akuntan Negara berwenang melakukan kontrole atas pekerdjaan menguasai dan mengurus Perusahaan Daerah serta pertanggungan-djawabnja.

BAB XVI

PENJERAHAN KEPADA DAERAH DAN PEMINDAHAN
KETANGAN PERKUMPULAN KOPERASI.

Pasal 28


(1)
Pemerintah Daerah tingkat atasan dengan semufakat pemegang saham dapat menjerahkan Perusahaan Daerah kepada Daerah tingkat bawahannja.


(2)
Pemerintah Daerah tingkat bawahan dengan semufakat pemegang saham dapat menjerahkan Perusahaan Daerah kepada Daerah tingkat atasan.


(3)
Pemerintah Daerah dengan semufakat pemegang saham dapat memindahkan Perusahaan Daerah tertentu ketangan perkumpulan koperasi didaerahnja.


(4)
Penjerahan dan pemindahan Perusahaan Daerah termaksud pada ajat (1), ajat (2) dan ajat (3) dilakukan dengan Peraturan Daerah jang berlaku setelah mendapat pengesahan dari instansi atasan.


(5)
Pemerintah Daerah dapat mengikutsertakan perkumpulan koperasi dan atau perusahaan swasta didaerahnja dalam pembinaan dan penjelenggaraan Perusahaan Daerah tertentu.

BAB XVII
PEMBUBARAN

Pasal 29


(1)
Pembubaran Perusahaan Daerah dan penundjukan likwidaturnja ditetapkan dengan Peraturan Daerah dari Daerah jang mendirikan Perusahaan Daerah dan jang berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan.


(2)
Semua kekajaan Perusahaan Daerah setelah diadakan likwidasi dibagi menurut perimbangan nilai nominal saham-saham.


(3)
Pertanggungan-djawab likwidasi oleh likwidatur dilakukan kepada Pemerintah Daerah jang mendirikan Perusahaan Daerah dan jang memberikan pembebasan tanggung-djawab tentang pekerdjaan jang telah diselesaikannja.


(4)
Dalam hal likwidasi, Daerah termaksud pada ajat (1) bertanggung-jawab atas kerugian jang diderita oleh pihak ketiga apabila kerugian itu disebabkan oleh karena neratja dan perhitungan laba-rugi jang telah disahkan tidak menggambarkan keadaan perusahaan jang sebenarnja.

BAB XVIII
PERALIHAN

Pasal 30


Selama pendirian Perusahaan Daerah termaksud dalam Undang-undang ini belum dilaksanakan, maka semua Perusahaan jang telah ada dan jang modalnja untuk seluruhnja atau sebagian merupakan kekajaan Daerah, dan jang telah tidak merupakan beban Anggaran Belandja Daerah, tetap melakukan tugas dan kewadjibannja dengan kedudukan dan bentuk hukum jang dimilikinja setjara sah, dengan ketentuan bahwa dalam waktu selambat-lambatnja satu tahun setelah berlakunja Undang-undang ini, perusahaan-perusahaan termaksud harus didirikan berdasarkan Undang-undang ini, ketjuali djika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-undang.

BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31


Undang-undang ini dapat disebut .,Undang-undang perusahaan Daerah".

Pasal 32


Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.


Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.






Ditetapkan di Djakarta






pada tanggal 14 Pebruari 1962






PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




















SUKARNO









Diundangkan di Djakarta



pada tanggal 14 Pebruari 1962



SEKRETARIS NEGARA,











MOHD. ICHSAN







LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1962 NOMOR 10

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK UNDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1962

TENTANG

PERUSAHAAN DAERAH


I.
PENJELASAN UMUM

1.
Dalam rangka pelaksanaan program umum Pemerintah dibidang ekonomi sebagaimana digariskan dalam Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 yang selanjutnya telah diperkuat dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. I/MPRS/1960, maka dalam usaha mengadakan synkhronisasi dari pada segala kegiatan ekonomi perlu ditinjau dan ditelaah kembali status dan organisasi dari Perusahaan Daerah dewasa ini.


Dalam rangka pemberian isi otonomi yang riil dan luas kepada Daerah-daerah dengan mengingat kemampuan Daerah masing-masing perlu ditetapkan dasar-dasar untuk mendirikan Perusahaan Daerah. Hasil Perusahaan Daerah adalah salah satu dari pada pendapatan pokok dari Daerah.


Perusahaan yang didirikan oleh Daerah dewasa ini pada umumnya merupakan perusahaan yang tidak mengutamakan mencari keuntungan semata-mata melainkan khususnya ditujukan kepada terwujudnya fungsi sosialnya dari pada perusahaan itu terhadap penduduk daerah.


Sebagaimana dimaklumi, maka prinsip desentralisasi dalam Pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 18 Undang-undang Dasar menghendaki agar daerah swatantra yang dibentuk itu dapat mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya.


Untuk dapat melaksanakan maksud tersebut, maka diperlukan adanya sumber-sumber keuangan yang memberikan cukup kemampuan dan kekuatan kepada daerah swatantara tersebut.


Berhubung dengan itu, maka selain perusahaan yang mengutamakan kemanfaatan umum, maka sewajarnyalah daerah dapat pula mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah disamping tujuan utama untuk -mempertinggi produksi.


Perusahaan Daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah-tangganya menurut peraturan perundangan yang mengatur pokok-pakok Pemerintahan Daerah.


Titik berat dari semua kegiatan Perusahaan Daerah harus ditujukan kearah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur.


Cabang produksi yang penting dan yang vital bagi Daerah dan yang menguasai hajat hidup orang banyak didaerah yang bersangkutan diusahakan oleh Perusahaan Daerah dengan modal yang untuk seluruhnya adalah modal Daerah yang bersangkutan.


Oleh karena itu, maka sebagian dari laba yang diperoleh Perusahaan Daerah harus disediakan bagi dana pembangunan daerah yang bersangkutan.


Guna kepentingan pembangunan daerah, maka segala funds and forces dari masyaratat perlu dimobilisir, dan berhubung dengan itu, Koperasi, swasta harus pula diajak ikut serta dengan aktip dalam pendirian Perusahaan Daerah dan dalam hal lapangan usaha Perusahaan Daerah ada hubungannya dengan lapangan usaha Koperasi, maka Koperasi termaksud mendapat perlakuan yang khusus sesuai dengan kepentingannya.


Perlu kiranya dikemukakan disini, bahwa dalam menyusun Undang-undang Perusahaan Daerah ini diperhatikan pokok-pokok pikiran seperti berikut.


Pada dasarnya suatu Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang modalnya untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Hal ini berarti bahwa Perusahaan Daerah termaksud sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Daerah.


Dalam rangka pengerahan funds and forces sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S., maka perlu diberikan kemungkinan ikut sertanya fihak-fihak lain yang progresip dalam Perusahaan Daerah tertentu dengan tidak meninggalkan pokok pikiran tersebut diatas, yaitu perusahaan termaksud adalah Perusahaan Daerah yang sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Daerah.


Berhubungan dengan itu, maka dalam Undang-undang ini ditetapkan bahwa modal Perusahaan Daerah yang untuk sebagian terdiri dari kekayaan Daerah yang dipisahkan terbagi atas saham-saham prioritet dan saham-saham biasa.


Ketentuan ini adalah berlainan dengan perusahaan campuran yang dikenal dewasa ini, yaitu perusahaan yang didirikan oleh beberapa fihak berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.


Perusahaan campuran yang demikian ini tidak diatur dalam Undang-undang ini, melainkan dapat dibentuk oleh fihak-fihak yang bersangkutan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata termaksud diatas.


Perusahaan Daerah yang telah ada didirikan berdasarkan peraturan perundangan yang lama perlu ditinjau dan diatur kembali berdasarkan Undang-undang ini agar dengan demikian didapat keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari Perusahaan Daerah.


Maka dari itu juga untuk selanjutnya dimaksudkan agar supaya manakala Daerah mendirikan Perusahaan Daerah yang berbentuk badan hukum dengan kekayaan Daerah yang dipisahkan tidak lagi mempergunakan bentuk hukum yang lain.


Dalam meninjau dan menelaah status dan organisasi Perusahaan Daerah pada dewasa ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Dasar daya guna dalam perusahaan;
b.
Dasar "price and accounting system" dengan memperhatikan motief yang berdasarkan sosialisme Indonesia;
c.
Ketenteraman dan kesenangan kerja dalam Perusahaan supaya dapat terpelihara sebaik-baiknya;
d.
Perkumpulan Koperasi dan fihak Swasta dapat diikut-sertakan dalam pembinaan dan penyelenggaraan Perusahaan Daerah;
e.
Sistim ekonomi terpimpin dapat dilaksanakan supaya segala kegiatan ekonomi dapat diselenggarakan dalam rangka politik Negara.
2.
Guna melaksanakan maksud tersebut diatas, maka sebagai pegangan pertama dalam mengatur Perusahaan Daerah dengan Undang-undang ini ditetapkan, bahwa yang dimaksudkan dengan Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-undang ini yang modalnya untuk seluruhnya/sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain oleh atau berdasarkan Undang-undang.
Dengan adanya ketentuan tersebut diatas, maka semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-undang ini baik yang modalnya berasal dari pemisahan Perusahaan Negara berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1957 dan No. 19 Prp. tahun 1960 kepala Daerah, adalah Perusahaan Daerah menurut Undang-undang ini.
Dalam Undang-undang ini ditetapkan, bahwa Perusahaan Daerah itu adalah suatu badan hukum berdasarkan Undang-undang ini. Kedudukannya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya Peraturan Daerah yang mengatur pendirian Perusahaan Daerah tersebut. Dengan adanya ketentuan termaksud diatas, maka semua Perusahaan Daerah yang ada dewasa ini yang dianggap perlu untuk dimasukkan kedalam struktur baru menurut Undang-undang ini, harus ditinjau dan diatur kembali pendiriannya dengan Peraturan Daerah.
Demikian pula cara-cara menguasai dan mengurus Perusahaan, pertanggungan-jawab Direksi, pengawasannya dan sebagainya harus diatur dalam pendirian perusahaan tersebut dengan tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan pokok yang tercantum dalam Undang-undang ini.
Apabila Perusahaan Daerah telah didirikan berdasarkan Undang-undang ini, maka modal perusahaan terdiri untuk seluruhnya atau untuk sebagian atas kekayaan Daerah yang dipisahkan dari Anggaran Belanja Daerah tetapi tetap masuk neraca kekayaan Daerah.
Dengan ketentuan ini maka ditegaskan bahwa Perusahaan Daerah untuk selanjutnya dapat berdiri sendiri tanpa memberatkan lagi budget Daerah.
Modal Perusahaan Daerah yang untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan satu Daerah tidak perlu terdiri atas saham-saham. Apabila modal termaksud diatas merupakan kekayaan beberapa Daerah maka modal perusahaan itu perlu terdiri atas saham-saham.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk mengerahkan funds and forces dari masyarakat di Daerah ialah dengan mengikut-sertakan warga negara Indonesia dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-undang Indonesia dan yang pesertanya terdiri dari warga negara Indonesia dalam modal yang diperlukan untuk mendirikan Perusahaan Daerah. Berhubung dengan itu dalam Undang-undang ini dimuat ketentuan bahwa modal Perusahaan Daerah yang untuk sebagian terdiri dari kekayaan Daerah yang dipisahkan terdiri atas saham-saham, yaitu saham-saham prioritet dan saham-saham biasa.
Saham-saham prioritet hanya dapat dimiliki oleh Daerah, baik Daerah tingkat I dan atau Daerah tingkat II.
Dengan adanya saham-saham prioritet ditangan Daerah, segala kegiatan, penguasaan dan pengurusan Perusahaan Daerah pada hakekatnya berada dibawah pimpinan dan pengawasan Kepala Daerah, yang oleh Undang-undang ini diberi wewenang untuk melakukan hak, wewenang dan kekuasaan pemegang saham prioritet.
Dalam melakukan hak, wewenang dan kekuasaan termaksud yang ditetapkan lebih lanjut dalam pasal-pasal : 7 ayat (4), 9 ayat (3), 11 ayat (2), 12 ayat (2) dan (4), 13 ayat (1) dan (2), 18 ayat (4), 19, 20 ayat (3) dan (4), 22 ayat (1),(2) dan (3), 23, 24 ayat (1), (3) dan (4), 25 ayat (5), 26 ayat (2) dan 27 ayat (1), sesuai dengan ketentuan dalam pasal 16 Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan), Kepala Daerah dibantu oleh Badan Pemerintah Harian yang memberi pertimbangan kepada Kepala Daerah baik diminta maupun tidak ataupun menugaskannya kepada seorang anggota Badan Pemerintah Harian yang bertanggung-Jawab kepada Kepala Daerah.
Nilai nominal dari saham-saham biasa hendaknya ditetapkan sedemikian agar menarik dan memberi kesempatan luas kepada rakyat banyak untuk memilikinya.
3.
Oleh karena pendirian Perusahaan Daerah menyangkut kepentingan yang lebih luas, yaitu dalam hubungannya dengan pembangunan daerah yang sifatnya komplementer terhadap pembangunan nasional maka sesuai dengan sistim desentralisasi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, dalam Undang-undang ini ditegaskan, bahwa Peraturan Daerah yang mengatur tentang pendirian Perusahaan Daerah itu mulai berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atas.
Dengan pengawasan preventif ini, maka dapatlah diusahakan, bahwa segala kegiatan dari Perusahaan Daerah itu disesuaikan dengan politik ekonomi Negara, dan dapat dicegah dilakukannya oleh Daerah usaha-usaha yang telah termasuk dalam bidang usaha yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
Untuk menjamin kelangsungan dan keseragaman dalam penguasaan dan pengurusan Perusahaan Daerah dalam Undang-undang ini ditentukan, bahwa Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet dapat menunjuk badan yang secara kontinu melakukan kontrole atas pekerjaan menguasai dan mengurus Perusahaan Daerah serta pertanggungan-jawabnya.
Pengawasan preventif disisi pengawasan represif yang dilakukan oleh Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet ataupun badan yang ditunjuknya tidak mengurangi kewenangan menurut peraturan perundangan yang berlaku dari pada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan daerah tingkat lebih atas terhadap daerah bawahannya untuk mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan tentang segala sesuatu mengenai pekerjaan penguasaan dan pengurusan Perusahaan Daerah.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 14 ayat (3) Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) Kepala Daerah yang melakukan hak, kewenangan dan kekuasaan pemegang saham/saham prioritet sebagai alat Pemerintah Daerah memberi pertanggungan-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan Perusahaan Daerah.
Mengingat akan perkembangan dari pada Perusahaan Daerah dalam Undang-undang ini ditetapkan pula, bahwa Jawatan Akuntan Negara berwenang untuk melakukan kontrole atas pekerjaan menguasai dan mengurus Perusahaan Daerah.
4.
Menurut sistim desentralisasi dalam Pemerintahan Negara yang kini berlaku maka Daerah tingkat atas dengan Peraturan Daerah dapat menyerahkan sebagian dari urusan rumah-tangganya kepada Daerah tingkat bawahannya.
Ketentuan ini memungkinkan diadakannya peninjauan tentang penyerahan sebagian dari pada laba bersih untuk pembangunan Daerah dari Perusahaan Daerah tingkat atasan kepada Daerah bawahannya, demikian pula mengenai penyerahan Perusahaan Daerah oleh Daerah tingkat atasan kepada Daerah tingkat bawahannya dan sebaliknya.
5.
Sebagai ketentuan peralihan dalam Undang-undang ini ditetapkan bahwa selama pendirian Perusahaan Daerah termaksud belum dilaksanakan berdasarkan Undang-undang ini, maka semua Perusahaan Daerah tetap melakukan tugas kewajibannya, dengan kedudukan dan bentuk hukum yang dimilikinya secara sah.
Dalam waktu selambat-Iambatnya satu tahun setelah berlakunya Undang-undang ini semua Perusahaan yang telah ada dan yang modalnya untuk seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan Daerah yang tidak lagi merupakan beban Anggaran Belanja Daerah harus didirikan berdasarkan Undang-undang ini, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-undang.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Instansi atasan dipergunakan dengan mengandung pengertian bahwa sewaktu-waktu Daerah tingkat III telah terbentuk maka dalam rangka sistimatik Undang-undang No. 1 tahun 1957, tingkat ke- II adalah atasannya.
Dengan instansi atasan dimaksud juga Gubernur Propinsi Irian Barat Bentuk Baru bagi daerah bawahannya.
Pasal 2
Kekayaan Daerah yang dipisahkan berarti kekayaan Daerah yang dilepaskan dari penguasaan umum yang dipertanggung-jawabkan melalui anggaran Belanja Daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggung-jawabkan tersendiri.
Pasal 3
Yang dimaksudkan dengan segala macam hukum Indonesia ialah hukum perdata Eropah, hukum dagang Eropah dan hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan sosialisme Indonesia, berdasarkan kenyataan bahwa didalam hukum-hukum tersebut masih terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai dengan Manifesto Politik Republik Indonesia.
Pasal 4
Cukup diterangkan dalam penjelasan umum.
Pasal 5
Dalam pasal ini ditegaskan bahwa Perusahaan Daerah itu adalah kesatuan produksi (regional), yaitu kesatuan produksi dalam arti yang luas, yang meliputi perusahaan yang memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum yang bersifat nasional untuk kebutuhan seluruh masyarakat dan tidak termasuk dalam bidang usaha yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
Perusahaan Daerah dalam menunaikan tugasnya selalu memperhatikan daya guna yang sebesar-besarnya dengan tidak melupakan tujuan perusahaan untuk ikut serta dalam pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spirituil.
Pada azasnya tidaklah mungkin untuk memerinci dengan tegas baik tentang urusan rumah tangga Daerah maupun tentang urusan-urusan yang termasuk tugas Pemerintah Pusat, karena perincian yang demikian itu tidak akan sesuai dengan gaya perkembangan kehidupan masyarakat baik didaerah maupun dipusat Negara.
Urusan-urusan yang tadinya termasuk lingkungan Daerah karena perkembangan keadaan dapat dirasakan tidak sesuai lagi apabila masih diurus oleh Daerah itu karena urusan tersebut sudah meliputi kepentingan yang lebih luas dari pada Daerah itu sendiri.
Berhubung dengan itu dalam pasal ini ditetapkan bahwa Perusahaan yang dapat didirikan oleh daerah ialah :
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut kemampuan/kekuatan masing-masing Daerah.
Demikian pula tidaklah mungkin memberi perincian secara tegas dari cabang-cabang produksi yang penting bagi Daerah dan yang menguasai hajat hidup di Daerah oleh karena segala sesuatu erat hubungannya dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat di Daerah.
Sebagai contoh yang harusnya diusahakan oleh Perusahaan Daerah yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan Daerah dapat disebutkan Perusahaan Air Minum. Perusahaan Tanah untuk Pembangunan Perumahan, Perusahaan Pasar, Perusahaan Pembangunan Perumahan Rakyat.
Pasal 6
Pengutamaan Koperasi dalam hal lapangan usaha Perusahaan Daerah ada hubungannya dengan lapangan usaha Koperasi didasarkan pada pokok pikiran bahwa agar dalam pengerahan potensi dan tenaga (funds and force) yang progresip didalam Perusahaan Daerah dalam bentuk ikut sertanya Swasta untuk memiliki saham-saham Perusahaan Daerah jangan sampai meninggalkan azas ekonomi terpimpin dimana :
(a)
Pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Daerah) memegang posisi Komando.
(b)
Unit ekonomi yang diutamakan sesudah Perusahaan Negara/Daerah ialah Koperasi sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 33 Undang-undang Dasar 45 dan dokumen-dokumen resmi dari pada ketetapan-ketetapan M.P.R.S. No. I dan II/1960.
(c)
Kedudukan Koperasi lebih tinggi dari pada Swasta biasa berhubung dengan nilai moral dan sosialnya yang lebih tinggi.
(d)
Dalam Amanat Pembangunan Presiden yang telah ditetapkan sebagai Garis-garis Besar Haluan Pembangunan oleh Ketetapan M.P.R.S. No. I dan II tahun 1960 ditegaskan bahwa Pengusaha-pengusaha Nasional jangan berkembang menjadi kapitalis Nasional. Usaha-usaha kearah bentuk-bentuk Koperasi dalam lapangan-lapangan Perusahaan nasional ini harus diutamakan.
Berhubungan dengan itu maka Koperasi sewajarnya mendapat perlakuan yang khusus sesuai dengan kepentingannya. Koperasi baik yang memiliki saham Perusahaan Daerah maupun yang tidak diikut-sertakan ataupun didengar dalam menentukan kebijaksanaan Perusahaan Daerah tertentu.
Pasal 7
Modal Perusahaan Daerah untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan; hal ini adalah sesuai dengan kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus mempunyai kekayaan sendiri terlepas dari pada kekayaan umum Daerah dan dengan demikian dapat dipelihara terlepas dari pengaruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 8
Cukup diterangkan dalam penjelasan umum.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Sudah selayaknya bahwa kepada pemegang saham diberikan hak mengeluarkan pendapat/suara tentang segala sesuatu yang mengenai perusahaan. Maka untuk itu antara lain diadakan kesempatan didalam rapat umum pemegang saham, dengan pengertian bahwa dalam hal-hal yang menjadi wewenang pemegang saham prioritet suara pemegang saham (biasa) tidak mempunyai kekuatan menentukan.
Pasal 11 dan 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan bukan semata-mata antara anggota Direksi sesamanya, antara anggota Direksi dan Kepala Daerah, antara anggota Direksi dan anggota Badan Pemerintah Harian, antara anggota Direksi dan Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, antara anggota Direksi dan Wakil Kepala Daerah, tidak boleh terdapat suatu hubungan kekeluargaan yang seolah-olah mungkin menimbulkan "satu pamiliergering" yang merugikan Perusahaan Daerah dan nama Daerah sendiri.
Selalu harus diangkat supaya oknum-oknum yang berkuasa dalam Perusahaan Daerah tidak mempunyai hubungan keluarga atau periparan seperti dimaksud dalam pasal ini. Izin yang mungkin diberikan oleh Kepala Daerah hendaklah dimufakati terlebih dahulu dengan Badan Pemerintah Harian.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Didalam pasal ini yang dimaksud dengan istilah pimpinan ialah "management".
Pasal 16
Agar penetapan batas-batas kekuasaan Direksi disesuaikan dengan sifat dan corak perusahaan Daerah masing-masing, maka sewajarnya batas kekuasaan tersebut diatas ditetapkan dalam peraturan pendirian perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 17
Konkordan dengan ketentuan termaksud dalam Undang-undang No. 45 Prp. tahun 1960 tentang Dewan Perusahaan maka tiap-tiap Perusahaan Daerah dibentuk Dewan Perusahaan Daerah yang dalam Undang-undang ini ditetapkan akan diatur lebib lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Sebagaimana lazim berlaku didalam tiap-tiap Perusahaan terhadap tugas yang dipercayakan kepada Direksi, yaitu menjalankan pimpinan cara mengurus dan menguasai perusahaan diadakan pengawasan (umum) apakah benar-benar sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh para pemilik/pemegang saham; biasanya tugas pengawasan demikian diserahkan kepada suatu Dewan/Badan.
Bagi Perusahaan Daerah, pengawasan (umum) termaksud diatas dilakukan oleh Kepala Daerah/pemegang saham/ saham prioritet ataupun badan yang ditunjuknya untuk seluruh Perusahaan Daerah didalam lingkungannya.
Bilamana dipandang perlu berhubung dengan besarnya Perusahaan Daerah dapat ditunjuk satu badan, yang menjalankan pengawasan (umum) terhadap perusahaan itu.
Adalah lebih berdaya-guna manakala untuk sejumlah Perusahaan -perusahaan Daerah yang kecil ditunjuk hanya satu badan untuk melakukan pengawasan (umum) itu.
Pasal 20
Berhubung dengan kekayaan Perusahaan Daerah itu adalah untuk seluruhnya dan untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah, maka dianggap perlu untuk mengatur tanggung-jawab pegawai/pekerja Perusahaan Daerah dalam Undang-undang ini.
Dalam pasal ini diatur kewajiban pegawai/pekerja perusahaan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh perusahaan yang diakibatkan karena pegawai/pekerja tersebut melalaikan kewajiban dan tugas yang dibebankan kepadanya.
Dalam hubungan ini terhadap pegawai/pekerja perusahaan dinyatakan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai ganti rugi yang berlaku bagi pegawai Daerah.
Pegawai Perusahaan Daerah yang dibebani tugas penyimpanan, pembayaran atau penyerahan uang dan surat-surat berharga milik Perusahaan Daerah dan barang persediaan milik Perusahaan Daerah yang disimpan dalam gudang atau tempat penyimpanan yang khusus digunakan untuk keperluan itu, adalah bendaharawan, (komptabel) yang wajib memberikan pertanggungan-jawab kepada badan termaksud dalam pasal 27. Bendaharawan tersebut diatas berkewajiban memberikan pertanggungan-jawab, artinya ia bertanggung-jawab bahwa uang, surat-surat berharga dan barang persediaan milik perusahaan yang harus berada didalam penyimpanannya (tanggungannya) benar-benar ada. Pengertian ini mengandung makna bahwa bendaharawan diwajibkan mengganti kerugian yang terdapat dalam sisa buku (booksaldo) dan atau persediaan buku (bookvoorraad).
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Untuk menyelenggarakan pekerjaan menguasai dan mengurus perusahaan dengan baik diperlukan adanya suatu anggaran perusahaan. Oleh karena itu Perusahaan Daerah diwajibkan menyusunnya. Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk meneliti dan mempertimbangkan anggaran perusahaan termaksud untuk menetapkan prioritet serta daya guna pelaksanaan proyek yang dimuat dalam anggaran perusahaan itu.
Untuk menjamin kelancaran jalannya perusahaan, maka antara lain pada ayat (2) ditetapkan bahwa dalam hal perusahaan telah memasuki sesuatu tahun buku tertentu sedangkan atas proyek didalam anggaran perusahaan dari tahun buku sebelumnya belum/tidak dikemukakan keberatan-keberatan oleh pemegang saham prioritet, maka hal itu tidak menjadi rintangan untuk melanjutkan pelaksanaan proyek didalam anggaran perusahaan yang berikutnya.
Pasal 23
Yang dimaksudkan dengan laporan dalam pasal ini adalah laporan berkala mengenai pelaksanaan pekerjaan menguasai dan mengurus perusahaan (bedrijfsvoering) dan bukan laporan tahunan, neraca dan laba rugi.
Faedahnya laporan ialah agar pemegang saham prioritet selalu dapat mengikuti dan menilai jalannya perusahaan.
Pasal 24
Perhitungan tahunan dipergunakan sebagai dasar bagi pemegang saham prioritet untuk memberikan pengesahan atas tindakan menguasai dan mengurus oleh Direksi selama masa tertentu yang telah lampau.
Penilaian pos-pos pada perhitungan tahunan dilakukan menurut sistim yang lazim disebut "good koopmans gebruik" artinya menurut sistim harga beli, atau harga pengganti atau persediaan besi (persediaan yang tak boleh tidak) dan sebagainya yang menghasilkan perhitungan laba yang besar dalam arti ekonomi perusahaan.
Kesalahan dalam kebijaksanaan yang kemudian diketemukan oleh yang berhak melakukan kontrole termaksud pada pasal 27, yaitu sesudah perhitungan tahunan disahkan, menjadi tanggungan Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet yang mensyahkan perhitungan tahunan termaksud. Kesalahan lainnya yaitu yang bukan kesalahan kebijaksanaan dan dapat dinyatakan dalam ruang menjadi tanggungan pegawai termasuk Direksi yang melakukan kesalahan itu, segala sesuatu setelah dibuktikan seperlunya.
Pasal 25
Cadangan dapat dibedakan dalam cadangan terbuka, yaitu yang besar jumlahnya ternyata dengan tegas pada neraca dan cadangan rahasia dan diam yang besar jumlahnya tidak dapat ternyata dari neraca.
Cadangan rahasia dan cadangan diam yang dapat dibentuk antara lain dengan cara yang berikut :
ke. 1.
menilai barang-barang modal jauh lebih rendah dari pada nilai yang sebenarnya.
ke. 2.
tidak memuat barang-modal pada neraca.
ke. 3.
memuat hutang-hutang atau kewajiban-kewajiban membayar dengan jumlah yang lebih tinggi dari pada yang sebenarnya dan
ke. 4.
memuat kewajiban membayar pada neraca yang sebenarnya tidak ada, jadi pada umumnya penilaian yang lebih rendah daripada pos-pos activa (kekayaan) serta penilaian yang lebih tinggi dari pos-pos passiva (hutang).
Hanya pimpinan perusahaan yang mengetahui adanya serta besarnya cadangan itu, akan tetapi orang luar tidak mengetahuinya. Keberatan terhadap pembentukan cadangan rahasia dan diam antara lain adalah sebagai berikut :
a.
memberikan sebab untuk expansi yang irrasionil;
b.
apabila sekumpulan activa dimuat dalam buku untuk jumlah yang jauh lebih rendah daripada yang sebenarnya, maka dapat timbul bahaya bahwa untuk selanjutnya activa ini akan dihapuskan dari harganya yang rendah itu dan karena itu, maka harga pokok barang yang diproduksikan akan sangat rendah.
Hal ini akan menyebabkan "merusak harga" (prijsbederf). Jika hal ini terjadi dan pada waktunya diperlukan activa baru, maka besar kemungkinan bahwa jumlah penghapusan harta yang telah dikumpulkan tidak akan mencukupi untuk mendapatkan penggantinya.
c.
karena activa dimuat dengan harga yang lebih rendah, maka akan terdapat kemungkinan bahwa activa yang bersangkutan akan dijual untuk harga yang lebih rendah itu. Keberatan-keberatan seperti tersebut diatas itu menyebabkan perlu diadakannya larangan untuk membentuk cadangan diam dan rahasia, terutama berkenaan dengan kalkulasi harga pokok untuk kepentingan politik harga.
Laba bersih yang dimaksudkan dalam pasal ini adalah laba yang dihitung secara ekonomi perusahaan, setelah dikurangi dengan semua koreksi yang dianggap perlu dan cadangan tujuan yang wajar dalam perusahaan.
Cadangan tujuan (bestonmingsreserves) adalah cadangan yang dibentuk dari laba, yang tidak merupakan koreksi daripada kekayaan (activa) atau kewajiban/hutang kepada pihak ketiga yang dimuat pada neraca untuk jumlah lebih tinggi daripada yang sebenarnya. Seperti ternyata dari namanya maka cadangan tujuan adalah cadangan yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu seperti : cadangan pembaharuan, cadangan perluasan, cadangan untuk selisih kurs, cadangan untuk melunasi hutang obligasi, cadangan assuransi risiko sendiri dan sebagainya. Cadangan umum dimaksudkan untuk menampung hal-hal dan kejadian yang tidak dapat diduga semula.
Dana pembangunan dimaksudkan sebagai kewajiban sumbangan kepada Daerah untuk keperluan pembangunan Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Sosial dan Pendidikan adalah untuk kepentingan Pegawai/pekerja perusahaan antara lain untuk mempertinggi mutu kesehatan dan kecakapan.
Dalam pasal ini dimaksudkan zakat bagi perusahaan yang modalnya untuk sebagian terdiri dari kekayaan Daerah yang dipisahkan. Pemerintah Daerah mengatur supaya dalam hal ini diikuti petunjuk dari Menteri Agama.
Jasa Produksi dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada pegawai/pekerja karena hasil pekerjaannya yang sangat dihargai oleh konsumen hingga karenanya masih diperoleh laba. Sumbangan dana pensiun dan sokongan dimaksudkan untuk membentuk dana guna menampung pembayaran-pembayaran kepada pegawai-pegawai yang pada waktu berlakunya Undang-undang ini sudah lanjut usianya dan tidak dapat dimasukkan kedalam pensiun yang akan dibentuk itu.
Premi untuk pensiun biasa merupakan bagian dari harga pokok barang-barang yang diproduksikan, yang akan dipotong dari gaji pegawai atau upah pekerja. Kepada perusahaan yang menurut sifat pekerjaannya menyebabkan tidak didapatnya laba, maka untuk menghargai jasa kerja dalam perusahaan semacam itu Pemerintah Daerah dapat memberikan jasa produksi.
Pasal 26
Dalam Perusahaan Daerah tidak ada pengertian buruh dan majikan, semuanya adalah pegawai/pekerja perusahaan. Agar dalam mengatur kedudukan hukum, gaji, pensiun dan sokongan serta penghasilan-penghasilan lain terhadap mereka berlaku ketentuan-ketentuan yang seragam diperlukan adanya peraturan pokok kepegawaian Perusahaan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan. Mengenai pemberhentian pegawai/pekerja-pekerja Perusahaan Daerah hendaklah diperhatikan penyaluran mereka menurut peraturan perundangan yang berlaku mengenai masalah ini.
Pasal 27
Tugas dan kewajiban melakukan kontrole disini berlainan dengan tugas pengawasan (umum) sebagaimana ditetapkan didalam pasal 19, adalah pengawasan khusus tekhnis yang bersifat repressip, yakni juga pada pokoknya berkisar pada pemeriksaan laporan perhitungan tahunan (auditing). Sebagai dasar penilaian terhadap baik buruknya penyelenggaraan pimpinan perusahaan.
Pasal 28
Dalam pasal ini ditentukan, bahwa sesuai dengan sistim desentralisasi dalam pemerintahan Negara yang kini berlaku, dengan Peraturan Daerah, Daerah tingkat atasan setelah semufakat dengan pemegang saham, dapat menyerahkan Perusahaan Daerah termaksud kepada Daerah tingkat bawahannya, demikian pula penyerahan sebaliknya.
Penyerahan ini dilakukan apabila macam usaha/produksi dari pada perusahaan termaksud sewajarnya terletak dalam bidang pengusahaan dan pengurusan Daerah yang bersangkutan.
Apabila Pemerintah Daerah telah menganggap, bahwa perusahaan yang termaksud dalam pasal ini tidak perlu lagi diusahakan sebagai Perusahaan Daerah, antara lain karena macam usahanya/produksinya/barangnya, sesuai dengan perkembangan pelaksanaan Program Pemerintah dalam bidang kekoperasian sewajarnya terletak dalam bidang penguasaan dan pengurusan koperasi, maka Pemerintah Daerah dapat memindahkan perusahaan tersebut ketangan perkumpulan koperasi didaerahnya.
Untuk jangka waktu yang tertentu, pimpinan/pengurus pegawai perkumpulan koperasi/perusahaan swasta, yang betul-betul mempunyai bakatleadership, dapat diangkat oleh kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet untuk dijadikan pimpinan perusahaan daerah tertentu.
Dengan cara demikian maka :
a.
masyarakat dapat menarik faedah yang sebesar-besarnya dari padanya;
b.
mereka tidak lagi mementingkan diri pribadi, tetapi juga harus mengambil kepada kepentingan sosial.
Pasal 29
Dalam pasal ini ditentukan bahwa pembubaran Perusahaan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan.
Pembubaran ini dapat beralasan antara lain, apabila perusahaan tersebut dianggap tidak lagi dapat mencapai tujuannya atau tidak diperlukan lagi oleh Pemerintah Daerah.
Pembubaran tersebut diatas cukup diatur dengan Peraturan Daerah mengingat bahwa :
1.
Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah;
2.
kepentingan fihak ketiga cukup terjamin dengan adanya jaminan Daerah termaksud pada ayat (4).
Disisi pengaturan benda, hendaklah diperhatikan pula segala sesuatu yang bersangkutan dengan manusia pegawai/pekerja-pekerja Perusahaan Daerah yang bersangkutan.
Penyelenggaraan likwidasi dilakukan dalam batas waktu yang akan ditetapkan dalam peraturan pembubaran perusahaan termaksud diatas.
Pasal 30, 31 dan 32
Cukup jelas
Mengetahui :
SEKRETARIS NEGARA,
MOHD. ICHSAN
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2387

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More